Undang-undang Pornografi dalam Perspektif Pendidikan Umum/Nilai
Oleh: Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd
Makalah ini disajikan pada seminar nasional yang diselenggarakan atas kerjasama Kedeputian Bidang Koordinasi Pendidikan, Agama, dan Aparatur Negara, Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat dengan Program Studi Pendidikan Umum Sekolah Pascasarjana UPI pada tanggal 27 November 08 dilaksanakan di Ruang Serbaguna Masjid Al Furqan UPI
A. Pendahuluan
Ditetapkannya undang-undang pornografi dewasa ini yang dilatarbelakangi oleh fenomena semakin merosotnya moral bangsa serta pergeseran nilai yang sudah sangat jauh dari jati diri bangsa yang menjungjung tinggi nilai-nilai transendental, menjadi salah satu isu terpenting di akhir tahun 2008. Seperti halnya disampaikan dalam penjelasan Undang-undang Pornografi bahwa globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, telah memberikan andil terhadap meningkatnya pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memberikan pengaruh buruk terhadap modal dan kepribadian luhur bansga Indonesia, sehingga mengancam kehidupan dan tatanan sosial masyarakat Indonesia. Berkembangnya pornografi di tengah masyarakat juga mengakibatkan meningkatnya tindakan asusila dan pencabulan.
Dalam persfektif pendidikan nilai, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) -terutama teknologi informasi dan komunikasi- memberikan dampak yang signifikan terhadap paradigma berfikir, kepribadian dan pola hidup manusia dewasa ini. Paradigma, pola hidup dan kepribadian seseorang sesungguhnya mencerminkan nilai-nilai yang diyakininya. Dengan demikian, hal pertama yang ikut tergeser akibat dari perkembangan IPTEK adalah nilai-nilai, baik nilai budaya, adat istiadat, maupun nilai yang bersumber dari agama.
Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih telah menghilangkan batas ruang dan waktu sehingga dunia seakan menyatu dalam suatu kampung global (global village). Pertukaran informasi termasuk nilai antarbangsa berlangsung secara cepat dan penuh dinamika sehingga mendorong terjadinya proses perpaduan nilai, kekaburan nilai, bahkan terkikisnya nilai-nilai asli yang sebelumnya sakral dan menjadi identitas.
Pada saat nilai-nilai advantage dari globalisasi digembor-gemborkan oleh para pencetus dan pendukungnya, saat itu pula terjadi proses penggiringan nilai-nilai budaya masyarakat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya split dan kegamangan nilai. Kegamangan nilai yang dialami masyarakat sekarang merupakan akibat manusia lebih mengutamakan kemampuan akal dan memarginalkan peranan agama atau nilai-nilai Ilahiyah. Akibatnya, manusia kehilangan ruh kemanusiaan dan kosong dari nilai-nilai spiritual. Kemampuan otak dan rasionalitas telah mencapai titik puncak, tetapi tidak dibarengi dengan kekuatan ruhaniah, akibatnya hidup menjadi kehilangan makna dan salah satu indikatornya pornografi tersebar luas di negeri ini, dari mulai anak-anak sampai dewasa dengan mudahnya mengakses hal-hal yang berbau pronografi serta melakukannya seakan tanpa merasa berdosa. Inilah yang penulis sebut sebagai kekosongan makna hidup yang menjauhkan manusia dari fitrahnya.
Beberapa fenonema yang acapkali terekspos di media massa menjadi indikator tentang pergeseran nilai yang terjadi dan salah satunya melahirkan sikap, prilaku dan perbuatan yang menentang fitrah kemanusiaan. Beberapa indikator yang menunjukan gejala kemerosotan moral sebagai akibat terajadinya pergeseran nilai di antaranya dari laporan hasil polling Indonesia Foundation (Pikiran Rakyat, 29 Juli 2005) menyebutkan bahwa sedikitnya 38.288 orang remaja di Kabupaten Bandung diduga pernah melakukan seks pra-nikah. Jika jumlah remaja di Kabupaten Bandung mencapai 765.762 orang, maka berarti mereka yang telah melakukan pelanggaran seksual sebesar 50,56%. Sementara Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat mengatakan bahwa aborsi di Indonesia terjadi 2-2,6 juta kasus per tahun dan dilakukan oleh penduduk usia 15-24 tahun (Pikiran Rakyat, 6 April 2006). Kejadian-kejadian tersebut dan kejadian lainnya seperti ayah memperkosa anak kandungnya, anak di bawah umur melakukan pencabulan kepada sesamanya, dan sejenisnya yang kerapkali terdengar di negeri ini, merupakan akibat dari terlalu mudahnya orang mengakses hal-hal yang berbau pornografi.
Fenomena-fenomena di atas, jika dibiarkan akan menjadi bom waktu dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta terjadinya kemunduran dalam pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal tersebut sesuai dengan yang diisyaratkan dalam Ketetapan MPRI RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Beragama.
Penyebarluasan pornografi menjadi ancaman jangka panjang yang dapat memporakporandakan nilai-nilai peradaban bangsa, terlebih sudah menjadi suatu kebiasaan yang menghilangkan sensitifitas ummat terhadap hal yang berbau pornografi, maka pada saat itulah harkat dan martabat ummat terkelupas dan kehancuran peradaban ummat tinggal menunggu waktu. Oleh karenanya, terlepas dari pro dan kontra terhadap undang-undang pornografi, dalam persfektif pendidikan nilai, adanya undang-undang tersebut memberikan pencerahan tentang semakin pentingnya proses pendidikan nilai dan perbaikan akhlak bangsa. Dengan harapan agar fenomena semakin terperosoknya ummat ke dalam demoralisasi dapat terpangkas, pada akhirnya dapat mengembalikan ummat kepada fitrahnya dengan sosok pribadi dan akhlak mulia serta menjadi insan kaffah/manusia seutuhnya sebagaimana yang cita-citakan oleh pendidikan umum/nilai.
B. Ikhtisar Undang-undang Pornografi
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan menjungjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati kebhinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara.
Pengaturan pornografi yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang ada, seperti kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Pers, Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, kurang memadai dan belum memenuhi kebutuhan hukum serta perkembangan masyarakat sehingga perlu dibuat undang-undang baru yang secara khusus mengatur pronografi.
Pengaturan pornografi berasasakan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinekaan, kepastian hukum, nondiskrimainasi, dan perlindungan terhadap warga Negara. Hal tersebut berarti bahwa ketentuan yang mengatur dalam undang-undang pronografi adalah:
1. Menjungjung tinggi nili-nilai moral yang bersumber pada ajaran agama
2. Memberikan ketentuan yang sejelas-jelasnya tentang batasan dan larangan yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara serta menentukan jenis sanksi bagi yang melanggar, dan
3. Melindungi setiap warga negara, khususnya perempuan, anak, dan generasi muda dari pengaruh buruk dan korban pronografi.
Pengaturan pornografi dalam undang-undang ini meliputi. 1) pelarangan dan pembatasan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi, 2) perlindungan anak dari pengaruh pornografi, dan 3) pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi, termasuk peran serta masyarakat dalam pencegahan.
Pornografi menurut Undang-undang Pornografi adalah gambar sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan dimuka umum, yang memuat kecabulan atau eskloitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Adapun tujuan dari undang-undang pornografi adalah sebagai berikut:
1. Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika berkpribadian luhur, menjungjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan.
2. Menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk.
3. Memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat.
4. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga Negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan, dan
5. Mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.
C. UU Pornografi dalam Perspektif Pendidikan Nilai
Fenomena-fenomena negatif tentang prilaku amoral yang kian mengkhawatirkan di kalangan masyarakat dewasa ini menunjukan semakin akutnya dampak negatif dari penyebarluasan pornografi serta pembinaan nilai yang kurang mendapatkan perhatian, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Orientasi keberhasilan pendidikan hanya diukur oleh tingkat intelektualitas siswa, sementara pembinaan nilai yang membentuk pribadi siswa kurang mendapatkan perhatian. Hal tersebut sesungguhnya sangat kontra produktif dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 sebagai berikut:
”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Adanya kata-kata beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam tujuan pendidikan nasional di atas menandakan bahwa pembelajaran di lembaga pendidikan seharusnya memperhatikan aspek nilai.
Ketertarikan masyarakat pendidikan terhadap perlunya pembinaan nilai mulai tampak setelah terjadi berbagai masalah demoralisasi di masyarakat yang salah satu penyebab utamanya adalah akibat penyebarluasan pornografi. Sebagian masyarakat ilmiah mulai mempertautkan kembali pendidikan dengan nilai, padahal pendidikan pada hakikatnya tidak pernah lepas dari nilai. Gaffar (2004:8) menyebutkan bahwa pendidikan bukan hanya sekedar menumbuhkan dan mengembangkan keseluruhan aspek kemanusiaan tanpa diikat oleh nilai, tetapi nilai itu merupakan pengikat dan pengarah proses pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Mulyana (2004:119) mengartikan pendidikan nilai sebagai penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Dalam pengertian yang hampir sama, Mardiatmadja dalam Mulyana (2004:119) mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan.
Implementasi pendidikan nilai dalam tripusat pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat) memerlukan suatu model dan strategi, hal tersebut dimaksudkan agar tujuan akhir dari proses pendidikan nilai itu sendiri yakni melahirkan manusia yang memiliki pengetahuan komprehenship dan kepribadian utuh dapat tercapai. Model pendidikan nilai dimaksud sebagai pendekatan untuk menciptakan lingkungan belajar mengajar serta mendidik mengenai nilai dan moral. Lahirnya UU tentang Pornografi dapat menjadi instrumen dan referensi dalam implementasi proses pendidikan nilai di lingkungan tripusat pendidikan.
Pendidikan nilai dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Untuk sampai pada tujuan dimaksud, tindakan-tindakan pendidikan yang mengarah pada perilaku yang baik dan benar perlu diperkenalkan oleh para pendidik yang salah satu referensi yuridisnya dapat menggunakan UU Pornografi. Sasaran yang hendak dituju dalam pendidikan nilai adalah penanaman nilai-nilai luhur ke dalam diri peserta didik. Hal ini relevan dengan tujuan yang diharapkan dari lahirnya UU Pornografi yang diantaranya dalam rangka mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika berkpribadian luhur, menjungjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan, menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai seni dan budaya, adat istiadat, dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk serta memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat.
Sementara Phenix (1964:5) berargumen bahwa pendidikan nilai harus dikembangkan pada diri setiap orang, karena bersifat umum untuk setiap orang. Pendidikan nilai merupakan proses membina makna-makna yang esensial, karena hakikatnya manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan untuk mempelajari dan menghayati makna esensial yang sangat penting bagi keberlangsungan hidupnya. Pendidikan nilai membimbing pemenuhan kehidupan manusia melalui perluasan dan pendalaman makna yang menjamin kehidupan yang bermakna manusiawi. Pendidikan nilai membina pribadi yang utuh, terampil berbicara menggunakan lambang dan isyarat yang secara faktual diinformasikan dengan baik, mampu berkreasi dan menghargai hal-hal yang secara meyakinkan memenuhi estetika, ditunjang oleh kehidupan yang penuh disiplin dalam hubungan pribadi dengan pihak lain, memiliki kemampuan membuat keputusan yang benar terhadap yang salah, serta memiliki wawasan yang integral, memiliki kemampuan dan wawasan yang luas tentang kehidupan manusia.
Memanusiakan manusia, manusia utuh, berkepribadian, dan akhlak mulia menjadi kata kunci dari tujuan pendidikan umum/nilai. Undang-undang pornografi lahir dengan cita-cita tersebut, sehingga jelaslah bahwa terdapat irisan yang jelas antara misi pendidikan umum/nilai dengan perasan-pesan yang tersirat dalam undang-undang pornografi.
Lahirnya Undang-Undang Pornografi yang diantaranya bertujuan untuk mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika berkpribadian kuhur, menjungjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan maratabat kemanusiaan serta menghormati, melindungi, dan melestarikan niali seni dan budaya, adat istiadat, dan ritual keagamaan masyaraka Indonesia yang majemuk dan memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat, menjadi angin segar bagi terkobarkannya pendidikan nilai di lingkungan masyarakat.
Undang-undang pornografi dapat menjadi kontrol sosial dan instrument terpenting dalam melakukan proses pendidikan nilai bagi masyarakat, dengan harapan nilai-nilai moral dan akhlak mulia terpatri dalam tatanan kehidupan berbangsa dan beragama. Ditetapkannya undang-undang pornografi tersebut tentunya belum menyelesaikan agenda bangsa dalam memberantas pornografi. Agar lahirnya undang-undang tersebut dapat memberikan dampak positif bagi perbaikan moral bangsa, maka kata kuncinya adalah komitment dan konsistensi dari seluruh perangkat bangsa, termasuk dari masyarakat sebagai konstituen, objek dan subyek dari penegakan pesan yang tersirat dalam undang-undang pornografi tersebut.
Setidaknya kini terdapat referensi atau payung hukum yang jelas ketika masyarakat menghendaki proses pendidikan nilai dan perbaikan akhlak bangsa. Dengan demikian, tak perlu lagi ormas-ormas Islam turun ke jalan atau masyarakat berdemo untuk memberantas hal-hal yang berbau pornografi, kini pemerintah memiliki tanggungjawab dan amanah dari rakyat untuk menjalankan misi pemberantasan hal-hal yang berbau pornografi. Dengan harapan nilai-nilai moral dan perwujudan akhlak mulia tercermin dalam tatanan kehidupan berbangsa dan beragama, sehingga bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang bermartabat dan mencerminkan nilai-nilai masyarakat madani.
Dalam tataran implementasi, undang-undang pornografi pasal 18 dan 19 menyebutkan bahwa untuk melakukan pencegahan, pemerintah berwenang melakukan kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. Selain itu, pemerintah daerah juga berwenang melakukan hal serupa serta mengembangkan sistem koordinasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya. Program studi pendidikan umum/nili SPS UPI sebagai bagai integral dari masyarakat pendidikan, mendukung penuh dan konsen dengan upaya-upaya perbaikan akhlak bangsa serta upaya pencegahan yang mengarah kepada pengrusakan moral bangsa. Oleh karenanya dengan visi dan misi yang dikembangkannya, Pordi PU/Nilai SPS UPI senantiasa siap untuk melakukan sinergitas dengan berbagai pihak. Adapun visi dan misi yang dikembangkan adalah sebagai berikut:
Visi Pendidikan Umum/Nilai SPS UPI
“Membentuk dan mengembangkan kepribadian manusia secara utuh (kafah), berlandaskan perangkat tatanan nilai-moral dan norma luhur yang ada dan berlaku secara universal maupun partikular sehingga terbina peri kehidupan yang agamis, berbudaya, dan berdaya guna bagi khalayak umum, bangsa dan negara”
Program Studi PU SPS UPI berkehendak untuk tetap menjadi yang terbaik dalam bidangnya sehingga mampu memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan nasional disertai dengan upaya-upaya pengembangan. Pengembangan itu pada dasarnya mengarah kepada perluasan visi dan perspektif Pendidikan Umum sebagai ilmu dan profesi. Visi dimaksud diarahkan agar Program Studi Pendidikan Umum terbuka bagi lulusan S1 yang berkeinginan mengembangkan berbagai program/spesialisasi: Sosiologi Pendidikan, Ilmu Pendidikan Agama, Pendidikan Nilai dan Filsafat Pendidikan.
Perluasan visi ini didasari kepercayaan (belief) bahwa dalam konteks lingkungan persekolahan dan sosial manapun dan bagaimanapun, Pendidikan Umum ditujukan bagi peningkatan harkat dan martabat manusia dengan cara memfasilitasi perkembangan individu dan kelompok sesuai dengan kekuatan kemampuan potensial dan aktual serta peluang-peluang yang dimilikinya. Di samping itu, program studi PU membantu peserta didik agar berkembang sebagai pribadi utuh, mampu mempribadikan nilai-nilai ilahiyah dan ilmiah, serta memiliki gagasan dan pandangan yang luas dalam upaya mengimplementasikan filsafat hidup yang kokoh. Dengan dasar kepercayaan tersebut, maka program studi PU berperan sebagai fasilitator perkembangan individu agar tampil sebagai warga negara yang baik dan memiliki kepribadian seutuhnya
Misi dan Tugas Pokok Pendidikan Umum/Nilai SPS UPI
Pendidikan Umum menekankan perhatiannya pada berbagai segi perkembangan kepribadian individu secara utuh dan pada pola hubungan individu dengan lingkungan sosial-budayanya. Dengan kata lain, aktualisasi nilai, moral dan norma dikaji dalam PU melalui sudut pandang disiplin ilmu secara inter- dan trans-disipliner yang mencakup pendekatan psikologis, sosiologis, pendidikan nilai-moral.
Bekenaan dengan visi di atas maka dirumuskan misi Program Pendidikan Umum sebagai berikut :
Misi Pendidikan Umum/Nilai SPS UPI
(1) Membentuk dan membina jatidiri dan pribadi manusia agar lebih manusiawi sesuai dengan harapan dan tujuan Pendidikan Umum (general education);
(2) Membelajarkan Pendidikan Nilai–Moral Umum maupun bidang studi atau okupasi tertentu untuk memanusiakan, membudayakan dan memberdayakan manusia dan kehidupannya;
(3) Mempribadikan (personalizing) perangkat tatanan nilai–moral dan norma luhur dalam rangka membentuk manusia seutuhnya
(4) Mengembangkan Ilmu Pedagogik umum maupun khusus, teoretik maupun praktis dalam rangka membekali pengetahuan dan keterampilan profesional lulusan;
(5) Mengembangkan PU sebagaimana harapan yang dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional RI No. 20 tahun 2003.
Tugas Pokok Pendidikan Umum/Nilai SPS UPI
(1) Mengembangkan pembelajaran yang berasaskan demokrasi melalui pengembangan nilai-nilai humanistik dan pendekatan belajar bermakna (meaningful learning). Dalam pengembangan pembelajaran tersebut, dosen berperan sebagai fasilitator, motivator dan director pembelajaran. Minat, kebutuhan, masalah para siswa dan okupasi atau profesi siswa ditumbuhkembangkan melalui proses pembelajaran yang dialogis dan berbasis masalah (problem-based). Sumber literatur, nara sumber dan informasi pengetahuan dari internet menjadi media andalan utama. Target pembelajaran diarahkan kepada: Learning about, learning to be, learning to do, learning to live together.
(2) Mengembangkan pola evaluasi yang berkesinambungan (continuous evaluation) sebagai pola umum perkuliahan, sehingga penilaian portfolio dapat dicobakan secara bertahap oleh para dosen yang sudah memahami atau mahir menggunakan model ini.
Sasaran Pendidikan Umum/Nilai SPS UPI
Program studi PU berupaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensi mahasiswa agar menjadi individu yang berkualitas dalam peranannya sebagai dosen atau pakar pengembang ilmu dan filsafat pendidikan. Karena itu, para lulusan dituntut untuk menguasai: (1) Landasan akademik dan professional; (2) Materi akademik dan professional; (3) Proses-proses yang diperlukan; dan (4)Penyesuaian diri terhadap lingkungan kerja akademik danprofesional, yang dilandasi oleh kepribadian sehat yang mencakup sikap-sikap pribadi utuh yang matang dan sistem nilai yang dianutnya, serta moral dan etika dalam melaksanakan tugasnya.
Sasaran program studi ini adalah dosen atau calon dosen yang memiliki keinginan untuk mempelajari area nilai, moral, dan norma sebagai pemberi makna atas latar belakang disiplin ilmu yang mereka miliki. Sementara itu, bentuk penguasaan dan kemampuan lulusan Program Studi PU yang diharapkan adalah terbentuknya profil dosen atau calon dosen program studi S1 PU, dan atau pakar pengembang ilmu dan teknologi, dan tenaga ahli profesional dalam bidang Pendidikan Umum yang dijabarkan pada halaman berikut.
Bagan 1 Rangkuman Tujuan Program Studi dalam Bentuk Perilaku yang Diharapkan
Bagan di atas dikembangkan berdasarkan ungkapan Charles Johnson dalam tulisannya yang berjudul "Answers to Some Basic Questions about Teacher Competency and CBTE", Georgia University, Atlanta, (1980:12.)
Tujuan Penidikan Umum
Misi dan tugas pokok yang dikemukakan di atas secara umum dijabarkan dalam tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh Program Pendidikan Umum SPS UPI. Program studi ini diharapkan melahirkan:
1) Pakar Pendidikan Umum yang terdidik, terlatih dan handal sebagai pemikir, perencana, peneliti, dan pengembangan serta praktisi pendidikan yang mampu memanusiakan manusia, membudayakan dan memberdayakan manusia serta lingkungan hidupnya secara manusiawi, layak dan berahlak mulia.
2) Pelaksana, pemikir dan peneliti pendidikan, pembelajaran dan kehidupan demokratis, manusiawi, tepat guna serta membentuk manusia yang berkepribadian utuh, cerdas, demokratis, humanis dan berdaya guna serta religius dalam menyongsong kehidupan masyarakat bangsa Indonesia baru (madaniah) yang modern namun tetap berbudaya Indonesia.
Visi, misi dan sasaran di atas mengandung muatan yang holistik, karena peserta didik sebagai objek didik bukan hanya sekedar mengetahui nilai dan sumber nilai, melainkan dibina ke arah nilai-nilai luhur yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan pribadinya, di keluarga, masyarakat, negara dan percaturan dunia. Ia juga harus menyadari nilai orang lain, nilai masyarakat, nilai agama orang lain, bangsa lain serta mampu hidup arif dan bijak dalam perbedaan nilai tersebut sehingga tercipta kerukunan hidup. Lahirnya UU Pornografi diharapkan dapat memberikan daya dukung positif bagi tegaknya visi dan misi yang diemban oleh Porgram Studi Pendidikan Umum/Nilai Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Semoga!
Daftar Pustaka
Alisjahbana S Takdir. 1974. Value as Integrating Forces in Personality, Society and Culture. Kualalumpur. University of Malaya Press
Berkowitz Marvin w. Oser Fritz. 1985. Moral Education Theory and Application. Lawrence Erbaum Association Publisher London.
Bayless Michael D. 1981. Ethics. Wadsworth Publishing Company. Belmont. California.
Charles R Kniker. 1977. You and Value Education. Charles E Merrill Publishing Company.
Chepy HC. 1988. Pendidikan Moral dalam Beberapa Pendekatan. Depdikbud. Jakarta
Darmadi Hamid. 2007.Dasar Konsep Pendidikan Moral; Landasan Konsep Dasar dan Implementasi. Alfabeta. Bandung
Dewy Jhon. 1975. Moral Principles in Education. Sounthern Illinois University Press. Canbandale and Edwarsulle Feffer & Simons inc. London and Amsterdam
Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka
Durkheim, Emile. (1973). Moral Education, A Study in The Theory and Application of The Sociology of Education. Translated by Evertt K. Wilson and Herman Schnurer. New York: The Free Prees.
Frondizi Risieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Hersh, Ricard H., et.al. (1980). Models of Moral Education, An Appraisal. NewYork: Longman, Inc.
Kuhmeker. Erickson. Mentkonsky. 1980. Evaluiting Moral Develeopment. Character Research Press New York
Kurtines William N. Gerwitz Jacob I (Penerjemah M.I.Soelaeman & M.D. Dahlan.) 1984. Moralitas, Perilaku Moral dan Perkembangan Moral.
Kurtines, William M.; Gewirtz, JacobL., ed. (1984). Morality Moral Behavior, and Moral Development. New York: john Wiley dan Sons.
Mulyana Rahmat, 2004, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung, Alfabeta.
Meriel Downey & A.V. Kelly. Moral Education Theory and Practice. Harper & Row Publishers New York
Milton Rokeach. 1980. Beliefs Attitudes and Value. Bass Publishers. San Francisco Warshngton
Poespoprodjo. 1999. Filsafat Moral; Kesusilaan dalam Teori dan Praktek. Bandung. Pustaka Grafika
Purpel David. Ryan Kevin. 1976. Moral Education it Comes With The Territory. A Phi Delta Kappa Publication.
Phenix Philip H. Realms of Meaning. McGraw-Hill Book Company. New York San Francisco Toronto London
Raths Louis E. Harmin Merrill. Simon Sidney B. 1978. Values and Teaching; Working with Values in the Classroom. Charles E Merrill Publishing Company. Columbus. Toronto. London. Sydney
Richart H Hers. 1980. Models of Moral Education an Appraisal. Longman. Inc New York
Ronald Galbraith Thomas M Jines. 1976. Moral Reasoning. Greenharen Press inc.
Shubshi Ahmad Mahmud. 2001. Filsafat Etika. Serambi. Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pronografi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar