Kamis, 21 Mei 2009

MODEL ALL IN ONE

PENGEMBANGAN MODEL
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DENGAN METODE ALL IN ONE SYSTEM DI MAN DARUSSALAM CIAMIS

Oleh:
Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd.

Abstract. This research was aimed at describing Arabic instructional model with All In One Method. The research was conducted at Ciamis Public Islamic Senior High School. An analysis descriptive method with direct observation on implementation of the method and open interview was used. Results of the study showed that instructional model implemented at Ciamis Public Islamic Senior High School was All In One System. Instructional activities especially foreign language subjects at Ciamis Darussalaam Public Islamic Senior High School were through several supportive activities covering: 1) foreign language tutorials (Arabic and English); 2) studies on Arabic Islamic books; 3) Muhadlarah; 4) Daurah nahwu sharaf with play method; 5) language courses; and 6) super camp.

Key words: Model, all in one system

A. Pendahuluan
Keterlibatan masyarakat modern dalam pergaulan dunia global yang plural menuntut akses informasi, ilmu pengetahuan, dan tekhnologi yang serba cepat. Sumber informasi tidak lagi menjadi dominasi satu negara melainkan berbagai negara terutama negara-negara yang memilikinya; negara maju dan berbudaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa unsur paling mendasar dalam transformasi budaya itu adalah bahasa. Penguasaan bahasa sebagai unsur asasi kebudayaan menjadi mutlak adanya. Pengaksesan budaya melalui bahasa akan lebih mudah karena disamping alasan kemahiran berbahasa seringkali ditunjang sisi lain, sisi psikologis yaitu motivasi dan harapan untuk dapat meniru negara maju dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi atau karena unsur-unsur ideologis. Adalah mutlak bahwa dalam transformasi budaya penguasaan unsur dasar budaya yaitu bahasa menjadi persyaratan yang tidak bisa ditawar-tawar (H.A.R. Tilaar, 1999: 39).
Dalam interaksi tersebut dipastikan mengalami pergesekan dan pergumulan pemikiran. Pada gilirannya akan meningkatkan intelektualitas, beragam cara pandang dan perubahan tingkah laku, selanjutnya menuntut perubahan-perubahan yang sesuai dengan perkembangan itu sendiri. Dalam konteks ini perubahan paradigma dalam berbagai bidang tidak dapat dhindari lagi termasuk didalamnya aspek pendidikan. Pendidikan sebagai sebuah proses tidaklah stagnan dalam menyikapi tuntutan perkembangan, melainkan bersifat dinamis dan akomodatif. Konsekuensi logisnya mengharuskan pembenahan yang signifikan dalam merancang bangun unsur-unsur terkait didalamnya guna mewujudkan bentuk pendidikan ideal.
Salah satu tuntutan perubahan adalah mengembangkan sistem penguasaan bahasa-bahasa asing melalui pendidikan. Karena menurut Tilaar (1999:49), pendidikan merupakan sarana yang paling efektif dalam transformasi budaya dan dinamika kebudayaan. Dalam tulisan ini difokuskan lagi pada bahasa Arab sebagai salah satu bahasa asing bagi masyarakat Indonesia, sehingga perubahan, pembenahan, dan pengembangan sistem pengajarannya menjadi suatu kemestian yang harus dipikirkan secara serius. Dalam merekonstruksi sistem tentunya tidak terlepas dari beberapa hal Pertama, kedudukan bahasa Arab di mata masyarakat Indonesia. Sebagai bangsa yang mayoritas muslim, bahasa Arab tidak saja dipandang dari sisi ideologis sebagai bahasa sumber ajaran Islam (meskipun Islam tidak identik dengan Arab) tetapi sebagai bahasa ilmu pengetahuan, ekonomi, dan politik. Kedua, eksistensi bahasa Arab dalam mengahadapi ilmu pengetahuan dewasa ini. Ketiga, problematika yang dihadapi dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia.
Problematika pengajaran bahasa Arab di Indonesia menjadi sangat perlu dicarikan solusi-solusinya. Paradigma perubahan untuk pengembangan pengajaran bahasa Arab harus dimulai dari pemahaman hakikat bahasa, asumsi dasar unsur kebahasaan, dan tujuan belajar bahasa Arab itu sendiri. Dari asumsi dasar dapat digali unsur-unsur apa yang harus diajarkan dan dari tujuan pembelajaran dapat digali pendekatan-pendekatan dan metode apa yang sesuai, yang diterapkan dikalangan peserta didik (baca: siswa). Diakui atau tidak, belum ada satu metodologipun yang dianggap tepat dalam satu proses pembelajaran bahasa Arab. Dengan kata lain suatu pendekatan dan metode dianggap tepat pada waktu tertentu tetapi pada waktu yang lain dianggap tidak, bergantung kebutuhan dan situasi peserta didik bahkan tidak menutup kemungkinan pendekatan dan metode lama dibutuhkan kembali (ibarat roda). Hal ini menunjukkan pendekatan, metodologi, dan tekhnik pengajaran bahasa Arab bersifat dinamis, berkembang dan tidak stagnan. Namun pendekatan dan metode apapun yang dilakukan dan diterapkan, asumsi dasar mengenai unsur-unsur kemahiran berbahasa kiranya harus menjadi perhatian yang serius.
Dengan mengacu pada pemikiran diatas, ada beberapa hal yang perlu disoroti, bagaimana menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi yang efektif. Oleh karenanya diperlukan upaya merekonstruksi atau merancang bangun pengajaran bahasa Arab dalam fungsi komunikas lisan dan tulisan pada pengajaran di Madrasah Aliyah. Bagaimana menerapkan pendekatan dan metode melalui model-model pengembangan pengajaran melalui optimalisasi empat keterampilan berbahasa Arab sehingga lebih efektif dan efesien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
B. Landasan Teori
1. Bahasa dan Keterampilan Berbahasa
Hakikat bahasa, Ibnu Jinny dalam al-Khashaish sebagaimana yang dikutip oleh al-Suyuthi (t.t:7) menyebutkan bahwa bahasa merupakan serangkaian suara (ashwath) yang digunakan orang dalam mengungkapkan maksud yang dikehendaki. Ibnu Hâjib mendefinisikannya sebagai "Kullu lafdhin wudi'a li ma'nâ", Setiap lafadz (ucapan) yang digunakan untuk mengungkap makna. Senada dengan Ibnu Hâjib, Al-Asnawy dalam Syarh minhaj al-Ushul. E.H. Strurtevan yang dikutip Ahmad Izzan (2004:1), mendefiniskan bahasa sebagai "a system of arbritary, vocal, Symbol which permit all people in given culture, or other people who have learned the system of the culture to communicate or interact". Sebagai sebuah system yang arbriter berupa vocal, symbol yang menjadikan manusia menerima budaya, atau orang lain dapat mempelajari sebuah system budaya dengan komunikasi atau interaksi. Definisi-definisi ini setidaknya melibatkan dua unsur dasar keterampilan, bahasa sebagai tutur kata yang didengar (listened) dan yang diucap (spoken). Sedikit berbeda dengan definisi di atas, Musthafa al-Ghulayaini (1999:7) mengatakan bahasa adalah kata-kata yang digunakan oleh sekelompok kaum untuk mengungkapkan maksud-maksudnya. Dalam Mu'jam al-Wasith disebutkan bahwa bahasa adalah kata-kata yang digunakan untuk arti-arti. Definisi ini menunjukkan bahwa bahasa bukan hanya sekedar lambang bunyi tetapi mencakup juga kata-kata berupa tulisan yang berfungsi sebagai komunikasi bagi masyarakat untuk mengungkapkan maksud-maksud atau gagasan-gagasannya. Kata-kata berbentuk tulisan disini merupakan symbol tertulis bahasa sehingga hal ini melibatkan juga dua unsur asumsi dasar kemahiran bahasa yaitu menulis (writing) dan membaca (reading).
Kemahiran yang digunakan manusia dalam memahami bahasa ketika orang lain mengungkapkan maksud dan gagasannya adalah meliputi mendengar, berbicara, membaca, dan menulis (Badri, 1982: 31).
Unsur mendengar berkait erat dengan sistem bunyi bahasa (fonetik). Dalam bahasa Inggris disebut dengan "phonetics" dan dalam bahasa Arab disebut dengan "ilmu al-ashwath". Abdul Muin (2004:11) mengutip Kridalaksana mendefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki penghasilan, penyampaian, dan penerimaan bunyi bahasa (fahm al-masmu'). Ada tiga macam fonetik:
1. Fonetik Akustik yaitu cabang ilmu fonetik yang menyelidiki ciri-ciri fisik dari bunyi bahasa.
2. Fonetik Arikulatoris yaitu cabang ilmu fonetik yang menyelidiki bunyi berdasarkan alat-alat ucap dalam artikulasi.
3. Fonetik Auditoris yaitu cabang ilmu fonetik yang menyelidiki bunyi berdasarkan pendengaran sebagai persepsi bahasa.
Unsur kemahiran mendengar lebih tepat dengan cabang fonetik yang ketiga sebagai unsur pertama yang harus dipelajari dengan cara memperbanyak mendengar bahasa Arab dalam komuniksai lisan.
Unsur kedua, yaitu kemahiran berbicara. Pada hakikatnya, kemahiran berbicara merupakan kemahiran menggunakan bahasa rumit. Dalam hal ini kemahiran dikaitkan dengan pengutaraan buah pikiran dan perasaan dengan kata-kata dan kalimat yang benar-tepat.
Unsur ketiga adalah kemahiran membaca. Kemahiran ini merupakan keterampilan berupa aktifitas pikiran ketika menghadapi atau melihat simbol-simbol berupa tulisan untuk menciptakan terjadinya pemahaman terhadap simbol-simbol itu atau isi dari pikiran atau gagasan yang ada didalamnya (Mahmud Faraj, t.t:38). Kemahiran terakhir yang harus dikembangkan setelah menyimak, berbicara, dan membaca adalah menulis. Menulis merupakan kemampuan mengetahui simbol-simbol tertulis. Ia meruapakan kegiatan yang diperankan oleh indera mata dan pikiran yang selanjutnya dilakukan oleh anggota mekanik berupa tangan atau lainnya.
2. Pendekatan dan Metode Pengajaran Bahasa Arab
a. Pendekatan Pengajaran Bahasa Arab
Pengajaran bahasa Arab berkait erat dengan aspek-aspek pengajarannya itu sendiri yang mencakup pendekatan (Approach), metode (method), dan tekhnik-tekniknya (technique). Edward M. Anthony menjelaskan bahwa pendekatan sebagai aksioma merupakan serangkaian asumsi hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa (Anthony, 1965:93). Asumsi yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa mencakup aspek mendengar/menyimak (al-Istima'), bercakap-cakap (al-kalam), membaca (al-qiraat), dan menulis (al-kitabah). Empat keterampilan ini selanjutnya akan membangun metode-metode atau model-model dalam pengajaran Bahasa Arab (Mahmud Faraj, t.t:6).
Beberapa pendekatan pengajaran bahasa Arab dapat diuraikan sebagaimana dibawah ini: 1) Pendekatan All in One System atau pendekatan Komperhensif, dan 2) Pendekatan Parsial
1) Pendekatan All-in-One System
Pendekatan ini memandang bahwa bahasa sebagai sistem terdiri dari unsur-unsur fungsional yang menunjukan satu-kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan (integral). Karena itu, kekurangan salah satu unsur atau sub sistem dalam suatu sistem akan menimbulkan gangguan dan hambatan bagi unsur lainnya. Subsistem bahasa yang dimaksud terdiri dari tata-bunyi, kosakata, tata-kalimat, dan ejaan (tulisan). (Ahmad Izzan, 2004: 98).
Pendekatan ini berasumsi pengajaran bahasa harus dimulai dengan mengajarkan kemahiran menyimak atau mendengarkan bunyi bahasa dalam kata atau kalimat, dan melatih pengucapannnya sebelum pelajaran membaca dan menulis dilakukan. Jadi, urutan pengajaran kemahiran berbahasa adalah menyimak (al-istima', listening), berbicara (al-kalam, speaking), membaca (al-qira'ah, reading), dan menulis (kitabah, writing).
Pendekatan All in one system atau pendekatan komperhensif mengacu kepada fungsi bahasa bagi manusia. Jack C. Richards (1990:116) menguraikan bahwa bahasa memiliki tiga fungsi utama, yaitu: (1) deskriptif, (2) ekspresif, dan (3) sosial. Fungsi deskriptif bahasa adalah untuk menyampaikan informasi faktual. Fungsi ekspresif ialah memberi informasi keadaan pembicara itu sendiri, mengenai perasaan-perasaannya, kesenangannya, prasangkanya, dan pengalaman-pengalaman yang telah lewat. Sedangkan fungsi sosial bahasa ialah melestarikan hubungan-hubungan sosial antar manusia.
Istilah lain yang sepadan dengan pendekatan komperhensif adalah pendekatan holistik. Pendekatan holistik ini menurut David Nunan (1988:361) memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
a) fokus kepada kemampuan berkomunikasi (focus on communication).
b) pemilihan pokok kajian bahasa didasarkan pada apa yang ingin diketahui dan dibutuhkan pembelajar (Selects on the basis of what language items the learner needs to know)
c) bahasa asli sehari-hari mendapat penekanan (Genuine everday language is empashised).
d) bertujuan agar siswa dapat berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan tugas-tugas (pembelajaran). (Aim is to have students communicate effectively in order to complet the task)
e) bercakap-cakap lebih banyak diberikan dibandingkan dengan membaca atau menulis (Speaking is given at least as much time as reading and writing).
f) berkecenderungan berpusat pada siswa (Tends to be student Centred)
g) Hakikat proses pembelajaran bahasa diarahkan pada isi dan penekanan lebih pada makna dari pada bentuk (Resembles the natural language learning procces by concentrating on the content/meaning of the expression rather than the form)
2) Pendekatan Parsial (Parsial Approach)
Pendekatan ini memandang secara parsial sesuai dengan kebutuhan, sehingga pembelajaran diarahkan pada aspek tertentu dalam bahasa, misalkan aspek gramatika dan menerjemahkan, berbicara, menulis, atau kemampuan berbahasa dalam disiplin-disiplin tertentu. Misalnya bahasa akademik, bahasa bisnis, hiburan, dan lain-lain. Pendekatan ini dikenal juga dengan pendekatan formal atau pendekatan tradisional yang sesuai juga dengan pendekatan "montagu Semantic (Barbara Abbot, 1999:2-20)". Pendekatan semacam ini dalam pembelajaran dimulai dari rumusan-rumusan teoritis dan menggunakan metode klasik yang paling tua yaitu tariqah al-Nahwi wa al-tarjamah (grammar and translation) (Mahmud Faraj, t.t: 2).
b. Metode Pengajaran Bahasa Arab.
Metode merupakan rencana program yang bersifat menyeluruh (holistik-komperhensif) yang berhubungan erat dengan teknik penyampaian materi secara teratur dan tidak saling bertentangan dan didasarkan pada satu approach tertentu. Kalau approach bersifat aksimatis maka metode justru bersifat prosedural (Ahmad Izzan, 2004:83).
Menurut M. Atsir Semi (1990: 118-126), ada dua kelompok metode pembelajaran bahasa. Kelompok pertama adalah metode pembelajaran secara umum dan kedua kelompok pembelajaran khusus. Metode pembelajaran umum yang dimaksud bahwa metode tersebut bukan hanya saja dalam objek material bahasa melainkan objek-objek material lainnya juga seperti ceramah, diskusi, pengajaran individual, pengajaran audio tutorial, simulasi, laboratorium, dan lapangan. Sedangkan metode pembelajaran khusus adalah metode yang diturunkan dari pendekatan-pendekatan bahasa itu sendiri, seperti metode tata bahasa, penerjemahan, metode langsung, metode pembatasan bahasa, metode alamiah, metode linguistik, dan metode unit.
Menurut William F. Mackey (1956: 39), metode pembelajaran bahasa asing setidaknya ada lima belas macam diantaranya:
1) Metode Fonetik (Phonetics Method)
Metode ini dikenal juga dengan metode ucapan (oral method). Karena dianggap sebagai usaha penyempurnaan daari metode langsung, ia biasa disebut juga reform method. Jadi, metode ini berhubungan erat dengan metode langsung. Menurut metode fonetik, pelajaran sebaiknya diawali oleh latihan-latihan pendengaran (ear training) bunyi. Setelah itu, diikuti oleh latihan-latihan pengucapan bunyi terlebih dahulu, diteruskan kemudian oleh kata, kalimat pendek, dan akhirnya kalimat yang lebih panjang. Lalu, kalimat-kalimat tersebut dirangkaikan menjadi percakapan dan cerita. Disebut metode fonetik karena materi pelajaran ditulis dalam notasi fonetik, bukan ejaan seperti yang lazim digunakan. Gramatika diajarkan secara induktif, sedangkan pelajaran mengarang terdiri dari penampilan kembali (reproduksi) tentang apa yang telah didengar dan dibaca.
2) Metode Membaca (Reading Method)
Sesuai dengan namanya, metode ini diperuntukan bagi sekolah-sekolah yang bertujuan mengajarkan kemahiran membaca dalam bahasa asing. Materi pelajaran terdiri dari bacaan yang dibagi-bagi menjadi beberapa seksi pendek. Setiap seksi atau bagian diawali atau didahului oleh daftar kata-kata yang maknanya diajarkan secara konstektual. Maksudnya, kata-kata dan kalimat yang diucapkan dan diajarkan selalu dikaitkan dengan terjemahan atau gambar-gambar. Setelah, sampai tahap para pelajar menguasai kosa kata, bacaan tambahan dalam bentuk cerita atau novel mulai diajarkan. Pembacan cerita atau novel diharapkan dapat meningkatkan penguasaan pelajar terhadap kosakata sehingga mereka menjadi lebih mantap.
3) Metode Gramatika (Method Grammer)
Ciri khas metode gramatika adalah penghapalan aturan-aturan gramatika dan sejumlah kata-kata tertentu. Kata-kata ini kemudian dirangkaikan menurut kaidah tata-bahasa yang berlaku. Jadi, kegiatan merangkai kata itu merupakan praktek penerapan kaidah-kaidah tata-bahasa. Dalam hal ini, seorang pengajar tidak mengajarkan tata-bahasa, tetapi lebih banyak mengisi jam mengajarnya untuk mengajar tentang bahasa. Dengan perkataan lain, pengajar bukan mengajarkan kepandaian berbahasa, melainkan mengajar tentang bahasa.
Menurut metode gramatika ini, pengetahuan kaidah-kaidah tata-bahasa dianggap lebih penting daripada kemahiran untuk menggunakan tata-bahasa itu. Kegiatan-kegiatan berupa latihan ucapan atau penggunaan bahasa secara lisan sama sekali diabaikan.
4) Metode Terjemah (Translation Method)
Berdasarkan namanya, metode terjemah menitik beratkan kegiatan-kegiatannya berupa cara penerjemahan bacaan-bacaan. Biasanya, metode ini diawali oleh penerjemahan bahasa asing ke dalam bahasa pelajar, dan kemudian sebaliknya. Seperti halnya, metode gramatika, metode terjemah ini sangat cocok untuk kelas yang berjumlah besar dan tidak memerlukan seorang pengajar yang harus memiliki penguasaan bahasa asing secara aktif atau pendidikan khusus untuk mengajar bahasa. Metode ini tidak hanya mudah untuk melaksanakannya, tetapi juga murah. Kegiatan utama metode ini ialah proses penerjemahan, dan sama sekali tidak ada usaha untuk mengajarkan ucapan. Karena itu, setiap pelajaran memberi gambaran tentang kaidah bahasa, kata-kata yang harus diterjemahkan, kaidah tata-bahasa yang harus dihapal, dan latihan penerjemahan.
5) Metode Gramatika-Terjemah (Grammar-Translation Method)
Metode ini merupakan gabungan antara metode gramatika dan metode terjemah. Ciri-ciri metode gramatika-terjemah deengan sendirinya sama dengan ciri-ciri kedua metode tersebut, antara lain.
a) Tata-bahasa yang diajarkan adalah tata-bahasa formal.
b) Kosakata bergantung pada bacaan yang telah dipilih.
c) Kegiatan belajar terdiri dari penghapalan kaidah-kaidah tata-bahasa dan penerjemahan kata-kata tanpa kaitan dalam kalimat (konteks). Lalu, dilanjutkan oleh penerjemahan bacaan-bacaan pendek, dan penafsiran (interpretasi).
d) Latihan ucapan tidak diberikan, kalaupun diberikan hanyalah sesekali saja.
6) Metode Gabungan (Electic Method)
Menurut metode ini, cara mengajar yang paling tepat adalah menggunakan gabungan dari unsur-unsur yang terdapat dalam metode langsung dan gramatika-terjemah. Kemahiran berbahasa diajarkan menurut urutan-urutan: percakapan, latihan menulis, memahami (comprehension), dan membaca (reading). Kegiatgan lain yang dilakukan dalam kelas adalah berupa latihan lisan, membaca keras, dan tanya jawab. Selain latihan penerjemahan dan pelajaran tata-bahasa yang dedukatif, juga digunakan alat peraga yang bisa didengar dan dilihat (audio-visual aids). Di Perancis, metode pembelajaran seperti biasa dikenal sebagai metode aktif.
7) Metode Mim-Mem (Mimicry-Memorization Method)
Mim-mem merupakan singkatan dari mimicray (meniru) dan memorizattion (menghapal) atau proses pengingatan sesuatu dengan menggunakan kekuatan memori. Metode ini juga sering disebut informant-drill method. Disebut demikian karena latihan-latihannya dilakukan oleh selain seorang pengajar, juga oleh seorang informan penutur asli (native informant). Menurut metode ini, kegiatan belajar berupa demontrasi dan latihan (drill) gramatika dan struktur kalimat, teknik pengucapan, dan penggunaan kosakata dengan mengikuti atau menirukan guru dan informan penutur asli. Ketika melakukan drilling, native informant bertindak sebagai seorang drill master. Ia mengucapkan beberapa kalimat sampai akhirnya menjadi hapal. Gramatika diajarkan secara tidak langsung melalui model-model kalimat.
C. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, karena penelitian ini dilakukan hanya semata-mata berdasarkan fakta yang ada atau fenomena-fenomena yang secara empiris terjadi di lapangan. Dengan demikian hasil dari penelitian ini adalah berupa pemerian yang bersifat paparan atas berbagai fenomena yang ada dan terjadi dalam pengajaran bahasa Arab di MAN Darussalam Ciamis.
Data penelitian ini adalah data kualitatif mengenai gambaran (deskripsi) pembelajaran bahasa Arab dengan metode all in one system di MAN Darussalam Ciamis. Data ini dikumpulkan melalui pengamatan langsung, wawancara dan data dokumentasi. Teknik wawancara yang digunakan adalah semi terstruktur, yaitu wawancara yang lebih menekankan pada bentuk wawancara terbuka, sebagaimana layaknya dialog, sehingga diharapkan data yang dikumpulkan sebanyak mungkin, terfokus dan memiliki makna. Menurut Hitchock dan Hughes (dalam Nasution,1992:83) wawancara semi terstruktur merupakan salah satu jenis wawancara yang baik dalam penelitian pendidikan karena memungkinkan adanya pendalaman, penelitian lebih jauh, dan memperluas respons orang yang diwawancarai.

C. Model Pembelajaran Bahasa Arab dengan Pendekatan all in one system di MAN Darussalam Ciamis.
1. Kegiatan Pembelajaran Bahasa Arab
Kegiatan pembelajaran khususnya bahasa asing di MAN Darussalam Ciamis melalui beberapa kegiatan yang mendukung di antaranya: 1) Tutorial Bahasa Asing (bahasa Arab dan Inggris); 2) Kajian kitab Islam berbahasa Arab; 3) Muhadlarah; 4) Daurah nahwu sharaf dengan metode bermain; 5) Pelatihan Bahasa; dan 6) Super Camp.
1) Tutorial
Pembelajaran tutorial atau dirasah idlafiyah adalah pembelajaran tambahan di luar jam sekolah. Materi-materi pembelajaran difokuskan pada penguasaan bahasa Arab dan Inggris baik lisan maupun tulisan. Kegiatan ini juga berfungsi untuk pengawasan kegiatan berbahasa asing sehari-hari. Kurikulum bahasa Arab yang digunakan pada pembelajaran tutorial adalah kurikulum lokal yang disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik.
2) Kajian kitab Islam berbahasa Arab.
Kajian kitab ini dilaksanakan integral dengan pondok pesantren. Pada kegiatan ini dibiasakan metode membaca (reading method). Peserta didik dilatih untuk membaca teks-teks berbahasa Arab dan memahaminya.
3) Muhadlarah.
Muhadlarah adalah kegiatan rutin yang dilaksanakan para santri, yang biasanya terjdwal pada jum'at malam. Dalam kegiatan ini santri dilaltih kemampuan berpidato dengan menggunakan bahasa Asing dan bahasa Indonesia. Bahasa asing yang digunakan adalah Bahasa Inggris dan Bahasa Arab.
4) Daurah Nahwu Sharaf in Joy Full
Daurah ini merupakan kegiatan rutin dalam rangka pemantapan materi-materi tata bahasa sederhana yang dihubungkan dengan penggalian para peserta didik terhadap kata atau kalimat yang biasa digunakan sehari-hari. Kegiatan ini bertujuan untuk menghilangkan kesan materi nahwu-sharaf yang selama dianggap susah.
5) Pelatihan Bahasa
Kegiatan pelatihan bahasa dilakukan secara insidental, biasanya setahun sekali. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang bersifat sukarela. Para santri yang bermaksud mengikuti kegiatan ini memndaftarkan diri kepada panitia khusus yang dibentuk untuk menangani kegiatan ini. Kegiatan ini biasanya berlangsung selama satu minggu, dengan menekankan kemampuan bercakap-cakap dan berbicara dalam bahasa asing, khususnya bahasa Arab dan Inggris.
6) Super Camp
Kegiatan ini secara bernama Arabic English Super Camp. Kegiatan ini dirancang untuk mengisolasi santri agar berada dalam suatu lingkungan yang selalu berbahasa asing. Pelaksanaannya pun unik, karena para santri diminta secara berkelompok hidup secara bersama-sama dalam suatu tenda. Dal,am waktu kurang lebih satu minggu, mereka dilatih dalam suatu perkemahan untuk mengaplikasikan kemampuan berbahasa asing (Arab dan Inggris), khususnya kemampuan bercakap-cakap (Muhadatsah atau Conversation), berpidato, dan menyimak (Hiwar atau Listening) bahasa asing.
2. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Arab
Pendekatan pembelajaran bahasa Arab yang digunakan di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam adalah pendekatan pembelajaran komprehensif atau di sebut juga All-in-One System. Pendekatan ini memandang bahwa bahasa sebagai sistem terdiri dari unsur-unsur fungsional yang menunjukan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan (integral). Dalam tujuan pembelajaran bahasa Arab, madrasah ini berupaya menjadikan bahasa Arab sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulisan. Urutan yang harus dikuasai peserta didik meliputi empat keterampilan berbahasa Arab adalah menyimak (al-istima', listening), berbicara (al-kalam, speaking), membaca (al-qira'ah, reading), dan menulis (kitabah, writing).
Pembelajaran Bahasa Arab di MAN Darussalam memandang Bahasa Arab dengan karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1) Bahasa Arab mempunyai dua fungsi, yakni sebagai alat komunikasi antarmanusia dan sebagai bahasa agama (Islam).
2) Bahasa Arab memiliki struktur ilmu yang sama dengan bahasa-bahasa lainnya. Untuk mengenal bunyi dan alat ucap yang menghasilkannya melahirkan ilmu Makharij al-huruf (Fonetik), untuk mengenal perbedaan makna melahirkan ilmu funulujinya (fonologi), untuk mengenal pembentukan kata melahirkan ilmu sharaf (morfologi), untuk mengenal struktur kalimat melahirkan ilmu nahwu (sintaksis), dan untuk memahami makna melahirkan ilmu ma'ani (semantik).
3) Sesuai dengan karakteristik keilmuan Bahasa Arab yang menyerupai spiral, artinya bahwa dalam suatu ujaran itu telah mengandung unsur-unsur fonologi (adanya bunyi fonem), morfologi (adanya kata), sintaksis (adanya ujaran kalimat), dan semantik (adanya makna, baik makna kata maupun makna struktur) lingkup lingkungannya, yaitu dari lingkup lingkungan yang paling dekat dengan siswa menuju ke lingkup lingkungan yang lebih jauh. Pertama para siswa berkenalan dengan dirinya sendiri, keluarga dan seterusnya ke lingkungan sekolah, dan seterusnya. Adapun yang terkait dengan tema pada materi pembelajaran Bahasa Arab hanya dimaksudkan untuk efektivitas yang diperlukan untuk menjalin komunikasi.
3. Penerapan Empat Keterampilan Bahasa Pada Pengajaran Bahasa Arab pada Tutorial MAN Darussalam.
a. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Bahasa Arab
Fungsi pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah adalah sebagai alat pengembangan diri siswa dalam bidang komunikasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya. Dengan demikian mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkepribadian Indonesia serta siap mengambil bagian dalam pembangunan nasional.
Fungsi tersebut dijabarkan dalam tujuan pembelajaran Bahasa Arab yaitu agar siswa daplat berkembang dalam hal; (1) kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis secara baik; (2) berbicara secara sederhana tapi efektif dalam berbagai konteks untuk menyampaikan informasi, pikiran dan perasaan serta menjalin hubungan sosial dalam bentuk kegiatan yang beragam, interaktif dan menyenangkan; (3) menafsirkan isi berbagai bentuk jenis teks tulis pendek sederhana dalam merespon dalam bentuk kegiatan yang beragam, interaktif dan menyenangkan; (4) menulis kreatif meskipun pendek sederhana berbagai bentuk teks untuk menyampaikan informasi, mengungkapkan pikiran dan perasaan; (5) menghayati dan menghargai karya sastra; dan (6) kemampuan untuk berdiskusi dan menganalisis teks secara kritis.
Sedangkan kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh siswa melalui mata pelajaran Bahasa Arab untuk Madrasah Aliyah mencakup empat aspek kecakapan berbahasa, yaitu:
1) Kemahiran Mendengarkan (maharat al-sima’)
Siswa mampu menafsirkan berbagai nuansa makna dalam berbagai teks lisan dengan berbagai variasi tujuan komunikasi dan konteks.
2) Kemahiran Berbicara (maharat al-kalam)
Siswa mampu mengucapkan berbagai nuansa makna dalam berbagai teks lisan dengan berbagai variasi tujuan komunikasi dan konteks.
3) Kemahiran Membaca (maharat al-Qiraah)
Siswa mampu memahami berbagai nuansa makna yang dijumpai dalam berbagai teks tertulis dengan variasi tujuan komunikasi, struktur teks, dan ciri-ciri bahasanya.
4) Kemahiran Menulis (maharat al-kitabah)
Siswa mampu mengungkapkan makna secara tertulis sesuai dengan tujuan komunikasinya dengan struktur wacana dan fitur-fitur bahasa yang lazim digunakan dalam budaya bahasa yang digunakan.
b. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah mencakup lima komponen kebahasaan, yang mencakup:
1) Bercakap (حوار), yang berisi dialog yang mengandung bentuk kata, struktur, kalimat, dan mufradat baru.
2) Kosakata (مفردات) memuat makna dan penggunaan kata-kata, ungkapan dan idiom.
3) Struktur (قواعد) memuat bentuk kata (صرفى) atau struktur kalimat (نحوى).
4) Membaca (قراءة) memuat topik tertentu yang terkait dengan struktur dan kosakata.
5) Menulis (انشاء) dalam bentuk انشاء موجه yang mengandung mufradat dan struktur kata.
Pembelajaran bahasa Arab yang digunakan sehari-hari di Madrasah Aliyah Negeri Darussalam dipandang lebih efektif dengan menggunakan kurikulum lokal. Hal ini didasarkan bahwa kurikulum lokal bersifat akomodatif serta menyesuaikan dengan kebutuhan sehari-hari peserta didik. Dengan kata lain pemilihan materi dimulai dari sesuatu yang dekat (paling dibutuhkan) dengan keadaan peserta didik menuju ke hal-hal yang abstrak dan dianggap jauh dari kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembiasaan berkomunikasi lisan dan tulisan sebagai tujuan akan lebih mudah dicapai. Di bawah ini gambar urutan-urutan topik perjenjang kelas yang dibahas dalam kurikulum lokal MAN Darussalam:
Gambar I:
Topik bahasan tahun pertama
Td















Gambar 2
Topik bahasan tahun kedua













Gambar 3:
Topik bahasan tahun Ketiga


















c. Pelaksanaan Empat Keterampilan Bahasa Arab.
Setiap topik bahasan diajarkan dengan menggunakan dan melibatkan empat keterampilan berbahasa arab dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menyajikan topik bahasan dalam bentuk hiwar sederhana (tidak terlalu pendek atau panjang), hal ini untuk menciptakan ketidak bosanan karena secara psikologis hiwar yang terlalu panjang cukup melelahkan untuk dihafal atau diingat. Dari hiwar dipilih kata-kata untuk diucap berulang-ulang (mahârat al-sima' dan al-kalâm) dan sebagai bahan untuk latihan menulis (mahârat al-kitabah).
Hiwar kemudian diucapkan dan didialogkan dengan cara face to face secara massal dengan pengawasan yang ketat. Dialog hendaklah diucapkan secara lantang/keras sehingga dalam prakteknya face to face tersebut diberi jarak tiga sampai empat meter. Hal ini melatih peserta didik untuk membiasakan pengucapan (olah vokal) yang bisa terdengar jelas. Sehingga karakteristik huruf yang diucap akan menjadi lebih fasih dan mudah. Berikut ini gambar dialog face to face yang diberi jarak:

Gambar 4.













1. Memperluas dan menambahi kosakata baru dalam topik bahasan yang sama dengan cara membuka kamus Indonesia-Arab atau bertanya. Peserta didik menulis kosakata tersebut. Dalam hal menambah tsarwah al-lughawiyah peserta didik dituntut kreatif.
2. Dalam topik yang sama, pembimbing memberikan bahan bacaan yang sederhana agar mudah dan cepat dipahami (mahârat al-qiraah) kepada peserta didik.
3. Selanjutnya guru/pembimbing membimbing menyusun kalimat-kalimat sederhana ('umdat al-kalâm) , dimulai dari dua kosakata per-kalimat- tiga kosakata per-kalimat sesuai dengan tema.
E. Penutup
Pembelajaran Bahasa Arab berbeda dengan bahasa asing lainnya. Fenomena linguistik bahasa Arab belum banyak ditemui persamaannya dalam bahasa Indonesia. Dikatakan oleh Robert Lado "fenomena linguistik yang identik dengan bahasa pertama, akan mempercepat proses belajar, sedangkan fenomena yang berbeda akan menjadi penghalang atau penghambat" (Lado, 1979:). Karakteristik kebahasaan dalam bahasa Arab seperti ini wajar jika mengalami kesulitan-kesulitan dalam mempelajarinya. Berpangkal dari hal ini perlu kiranya dideskripsikan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi, unsur-unsur dalam mempelajarinya yang mencakup empat keterampilan, dan pendekatan-pendekatan serta metode yang digunakannya.
Pembahasan ini merupakan bahasan singkat tentang penerapan empat kemahiran berbahasa yang digunakan dalam proses pembelajaran bahasa arab sebagai deskripsi hasil penelitian. Tentunya, pembahasan ini perlu dibahas, dikritisi, dan didialogkan untuk dapat disempurnakan dan dipergunakan sebagai pedoman bagi para praktisi pendidikan bahasa Arab di lembaga-lembaga yang terkait.




















Daftar Pustaka

Abbot, Barbarra. 1999. The Formal Approach to Meaning, Semantics and its recent Developments. Journal of Foreign Languages.
Al-Ghulayaini, Syaikh Musthafa. 1999. Jami'ud-Durus al-Arabiyah, Juz I. Beirut, Libanon : al-Maktabah al-Aisyiyah li aththiba'ah wa al-Tauzi'.
Al-Suyuthi, Abdurrahman Jalaludin. tt. Al-Mahzir fi Ulum al-Lughah wa anwa'iha. Beirut Libanon : Dar al-Fikr.
Anthony, Edwar M. 1965. Approach, Method, and technique, dalam Teaching English as a Second Language. (Harold B. Allen, Ed.), New York : McGraw-Hill Book Company.
Al-Asmary. tt. Syarh al-Jurumiyah, CD Al-Maktabah al-Syâmilah.
Al-Asmawy. tt. Hasyiyah al-Asmawy. Surabaya : Dar al Ilmi.
Badri, Kamal Ibrahim. 1982, Al-Ashwat wa al-Nizham al-Shaut Mutbiqan 'ala al-lughah al-'Arabiyah, Su'ud, Riyadh : Idarat Imadat Syu'un al-Maktabah jamiah al-Malik.
Hafidh, Mahmud Farâj Abdul, et-all. Mudzakkirat al-Daurât al-Tarbawiyah. LIPIA Jakarta : al-'Asyirah, LIPIA Jami'ah al-Imam Muhammad Ibn Suud al-Islamiyah.
Izzan, Ahmad. 2004. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung : Humaniora.
Kridalaksana, Hermurti. 1984. Kamus Linguistik, Edisi II. Cetakan I. Jakarta : Gramedia.
Lado, Robert. 1979. Linguistik di Berbagai Budaya (terjemahan Soedjono Darjowijoyo). Bandung : Ganeco.
Mackey, William F. 1956, Language Teaching Analysis, London : Longman, Green & Co. Ltd.
Moleong, Lexy.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Muin, Abdul. 2004, Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, Telaah Terhadap Fonetik dan Morfologi. Jakarta : Pustaka al-Husna Baru.
Nunan, David. 1988. The Learned-Centred Curriculum, Cambridge : Cambridge University Press.
Richards, Jack C. 1990. The Language Teaching Matrix, Cambridge : Cambridge University Press.
Semi, M. Atsar. 1990, Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Bandung : Angkasa.
Taylor, Edwar B. 1871. Primitive Culture.
Tibbi, Bassam. 1999. Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial, terj. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Tilaar, H.A.R. 1999. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Strategi Reformasi Pendidikan Nasional. Bandung : Rosda Karya.

Tidak ada komentar: