Kamis, 21 Mei 2009

KEPEMIMPINAN BERBASIS NILAI

KEPEMIMPINAN BERBASIS NILAI:

MEMBANGUN KEMBALI KOMITMEN, KINERJA DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN

Oleh : Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd.

A. PERMASALAHAN

Terdapat sejumlah permasalahan yang mendorong pemikiran tentang perlunya kepemimpinan berbasis nilai. Permasalahan yang dimaksud dapat dikelompokan ke dalam tiga, organisasi, individu, dan masyarakat. Permasalahan yang meliputi organisasi-organisasi (termasuk perusahaan-perusahaan) adalah bahwa organisasi tersebut telah kehilangan pijakan dalam melakukan aktivitasnya, sehingga menjadi kurang kompetitif, kurang efektif, dan kurang memberi banyak hal pada para anggota organisasinya (termasuk karyawan perusahaan). Peningkatan rasa terasing, terisolasi, dan ketidakpercayaan dengan diiringi penurunan rasa percaya diri, harga diri, kepuasan, dan keamanan adalah permasalahan-permasalahan yang meliputi para individu. Adapun permasalahan yang dihadapi masyarakat adalah berkenaan dengan kegagalan kehidupan bermasyarakat dengan meningkatkanya kejahatan, memburuknya sistem pendidikan, dan perpecahan keluarga.

Ketiga jenis permasalahan tersebut muncul karena kekurangan atau ketiadaan nilai dan norma yang meliputi individu, organisasi atau pun masyarakat. Nilai diartikan sebagai tujuan, keyakinan, cita-cita, dan maksud-maksud bersama dari kelompok. Nilai seringkali menumbuhkan keyakinan-keyakinan di antara anggota kelompok. Nilai berasal dari empat faktor, yaitu: 1) pengalaman keluarga dan masa kanak-kanak; 2) peristiwa-peristiwa konflik yang menumbuhkan pencarian diri; 3) perubahan kehidupan utama dan pembelajaran eksperiental; dan 4) hubungan personal dengan para individu yang penting.

Namun, agar sebuah kelompok memelihara seperangkat nilai, kelompok tersebut harus membangun norma-norma yang membentuk dan mempengaruhi perilaku, sikap, dan aktivitas para anggotanya. Sehingga jika individu, organisasi, atau masyarakat kurang memiliki landasan nilai dan norma dalam kehidupannya, maka individu, organisasi, atau pun masyarakat tidak memiliki landasan berpijak dalam melakukan segala aktivitasnya dan tidak hal yang membuat perilaku, sikap, dan aktivitasnya memiliki arahan yang jelas. Pada gilirannya akan timbul berbagai permasalahan yang menyulitkan individu, organisasi atau pun masyarakat itu sendiri.

Kondisi tiadanya atau kurangnya nilai dan norma ini dinamakan anomie. Istilah anomie memiliki tiga pengertian, yaitu: 1) kurang memiliki maksud/tujuan, identitas atau nilai pada diri seseorang atau dalam masyarakat; 2) ketiadaan norma - kondisi masyarakat yang dicirikan dengan kehancuran norma yang menentukan perilaku orang dan menegaskan tatanan sosial; 3) kegelisahan keterasingan, dan ketidakpastian pribadi yang berasal dari kurangnya tujuan dan cita-cita. Anomie meninggalkan perasaan terisolasi, kecewa, dan terpecah-pecah dalam diri individu. Pada organisasi/masyarakat, anomie membuatnya tidak berfungsi, terpecah, dan kacau. Secara spesifik pada organisasi, anomie menyebabkan rendahnya daya juang karyawan/anggota organisasi, kurangnya loyalitas, dukungan anggota/karyawan yang tidak memadai, kurangnya keingingan/dorongan profesional, kepemimpinan yang lemah, pembagian kerja yang tidak bermakna, spesialisasi buruh, dan tidak ada rasa memiliki. Pada masyarakat secara lebih rinci, anomie menyebabkan peningkatan kejahatan dan pelecehan terhadap anak, ketergantungan obat yang menguat, pengkikisan/ perusakan sistem pendidikan, perpencaran nilai-nilai keluarga, bi-modalitas ekonomi, kurangnya pluralisme, kemunculan revolusi keberagaman, pengurangan kerahasiaan pribadi yang disebabkan oleh Informasi, peningkatan kuantitas menonton TV, kurangnya kualitas waktu untuk hubungan personal.

Untuk melawan anomie ini, kita memerlukan pimpinan-pimpinan yang mengadopsi norma-norma untuk mengaktifkan dan membawa sebuah pola pikir berbasis nilai. Norma-norma yang dimaksud mencakup: 1) pluralisasi tempat kerja; 2) fungsi pembelaan terhadap karyawan/anggota organisasi; 3) peran guru Sokratis (suka mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menghasilkan pemahaman); 4) menjembatani orang untuk menuju suatu misi; 5) membangkitkan minat-minat profesional.

Dengan demikian, kepemimpinan merupakan kaitan yang hilang (missing link) untuk mengikat norma dan nilai di dalam sebuah organisasi. Kepemimpinan dalam organisasi/masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk mengembangkan sebuah kelompok karyawan/anggota organisasi yang kohesif, bermotivasi, dan produktif. Kepemimpinan berbasis nilai menuntut sebuah pendekatan yang menanamkan norma dan nilai untuk membimbing/mengarahkan perilaku individu/organisasi/masyarakat.

Untuk membuat kepemimpinan berbasis nilai bekerja, manajemen senior harus menerima sebuah konstruk kepemimpinan bersama. Ini berarti masing-masing individu di dalam organisasi atau masyarakat mengambil peran pemimpin dalam satu dimensi (Kuczmarski&Kuczmarski, 1995:3).

B. LANDASAN

Nilai tidak lahir dengan cepat, melainkan memerlukan waktu untuk mengidentifikasi dan menanamkan keyakinan-keyakinan. Lebih jauh lagi, nilai-nilai pribadi berubah sepanjang waktu. Nilai-nilai tersebut berkembang, berubah dan secara tetap beralih menuju sebuah kumpulan menjaga nilai-nilai yang telah mapan sebelumnya dan menambahkan nilai-nilai baru. Sebelum sebuah organisasi dapat berkembang dan mengartikulasikan norma dan nilai dari para anggota kelompoknya, individu-individu harus berpikir dan menghabiskan waktu yang cukup untuk menentukan nilai-nilai personal mereka.

Kita semua kebanyakan menghabiskan banyak waktu kita pada aktivitas-aktivitas yang merampok bukannya memperkaya kehidupan kita. Kita kurang memiliki waktu untuk penyegaran. Di luar peningkatan keseimbangan antara kerja dan bermain, kita perlu memiliki lebih banyak waktu untuk memfokuskan pada nilai, norma, dan pengembangan diri.

Berikut ini sepuluh ajuan untuk peningkatan kesehatan nilai dan norma:

1. Mengangkat pola pikir keseluruhan yang mengakui nilai, kekuatan, dan sumbangsih masing-masing individu.

2. Mengembangkan dan menyebarluaskan sebuah pernyataan tertulis tentang nilai-nilai organisasi yang dapat dilihat dan diyakini oleh para karyawan.

3. Mengaktifkan ganjaran dan pengakuan bahwa penguatan, dukungan, dan dorongan nilai-nilai yang disebutkan tersebut.

4. Menumbuhkan para pemimpin yang dapat dipercaya yang memberikan contoh dengan secara teratur memperlihatkan nilai-nilai perusahaan melalui tindakan-tindakan yang nyata.

5. Menetapkan norma-nirma yang mendorong diskusi terbuka dan ekspresi perasaan, ketakutan, keingingan, dan kebutuhan.

6. Mengembangkan norma-norma yang menyokong kepemimpinan yang mendorong dan memperkuat loyalitas dan dedikasi para karyawan.

7. Menentukan dan mengintegrasikan sebuah norma yang membawa nilai-nilai perusahaan/organisasi dan para karyawan melalui produk dan jasa perusahaan/organisasi pada para pelanggan.

8. Membuat dan mengaktifkan pemerolehan kebijakan dan norma yang menyokong pluralisme dan pembayaran para karyawan yang nilai-nilainya cocok sekali dengan nilai-nilai organisasinya.

9. Membentuk kepemimpinan bersama dan kultur nilai bersama yang dimunculkan dari bawah ke atas (bottom-up), didukung oleh semua orang, dan tercakup dalam norma-norma yang diterima kelompok. Menciptakan sebuah rencana tindakan untuk mengubah setiap pemimpin menjadi ”juru bicara nilai” untuk organisasi.

10. Memeliharan norma-norma yang memperkuat rasa satu tim, keberagaman, pengambilan resiko, inovasi, integritas, kontrol individual, dan kepuasan pelanggan/klien.

Norma dan nilai secara kolektif menyusun bagian yang besar dari budaya sebuah organisasi. Penyebaran norma dan nilai secara langsung diterjemahkan ke dalam kekuatan atau kelemahan dari suatu organisasi dan para karyawannya. Pada gilirannya hal ini akan menentukan seberapa besar komitmen dan seberapa produktif karyawan itu pada tujuan dan strategi organisasi. Jika sebuah organisasi memiliki sistem nilai dan norma yang kohesif dan jelas, maka organisasi itu akan memiliki balok-balok bangunan dasar untuk menciptakan sebuah kultur yang kuat dan organisasi yang berdaya.

Balok-balok bangunan dari sebuah organisasi berbasiskan nilai meliputi:

1. Nilai individu;

2. Norma individu;

3. Kepemimpinan berbasiskan nilai;

4. Keterpaduan para individu;

5. Pembelajaran regeneratif kultural secara terus-menerus;

6. Produk dan jasa yang didorong nilai;

7. Proses adopsi nilai;

8. Rencana aksi norma;

9. Janji/ikrar organisasi dan orang-orangnya;

10. Pemasaran nilai pada para pelanggan.

Adapun fondasi untuk sebuah organisasi nonanomik yang berbasiskan nilai mencakup hal-hal berikut ini:

1. Mengembangkan kesetiaan pada norma dan nilai yang mengakui keuntungan dan kekuatan unik dari masing-masing individu.

2. Mendorong pembagian kepemimpinan di seluruh bidang organisasi.

3. Menanamkan sebuah budaya yang memelihara kesetiaan dan komitmen karyawan, dan ”menjaga” serta memberikan keberlanjutan pada para karyawan.

4. Penggunaan norma dan nilai sebagai ”struktur” untuk memegang organisasi bersama-sama.

C. SOLUSI

1. Mengaktifkan Proses Pribadi yang Tinggi

Kesulitan dalam membangun seperangkan nilai bersama dan norma-norma yang sepadan di dalam sebuah organisasi adalah memastikan bahwa semua karyawan benar-benar merasa seakan-akan mereka telah menjadi para peserta aktif dan para kontributor dalam membentuk nilai-nilai tersebut. Untuk itu perlu ada sebuah pendekatan yang memberikan sebuah kesempatan multi segi bagi para karyawan untuk berpartisipasi.

Terdapat dua proses untuk mengembangkan nilai bersama dan norma yang diharapkan untuk organisasi apapun. Kedua proses tersebut bekerja beriringan satu sama lain karena tujuan dan maksud kunci dari norma-norma tersebut adalah memperkuat dan menyokong nilai-nilai inti yang disepakati. Proses yang pertama adalah Values Adoption Proces (VAP) ’Proses Adopsi Nilai’, menggambarkan sebuah metodologi yang memberikan sebuah cetak biru untuk membantu membimbing sebuah organisasi melalui serangkaian langkah, latihan, dan diskusi untuk mengembangkan seperangkat nilai bersama. Proses keduanya adalah Norms Action Plan (NAP) ’Rencana Tindakan Norma’ adalah sebuah proses langkah bijak untuk mengembangkan seperangkat pedoman perilaku dan komunikasi yang memperkuat nilai-nilai yang diidentifikasi.

Untuk dapat melakukan kedua macam proses tersebut perlu dibentuk kelompok kerja yang terdiri dari para menejer (1-2 orang per kelompok) dan para karyawan (6 - 8 karyawan).

2. Peluncuran Proses Adopsi Nilai (VAP)

Terdapat empat tahapan peluncuran proses adopsi nilai, yaitu:

Tahapan I - Pengembangan nilai individual

Langkah 1 Menginformasikan organisasi dan membuat daftar nilai dan keyakinan personal.

Langkah 2 Memprioritaskan lima nilai yang paling tinggi yang diharapkan di tempat kerja.

Langkah 3 Menerbitkan sebuah daftar nilai karyawan yang dipilah-pilah dengan bidang-bidang kategori.

Tahapan II Pengembangan Nilai-nilai Kelompok Kecil

Langkah 4 Menelaah nilai individual dan mengurutkan kategori-kategori kelompok yang tertinggi

Langkah 5 Mengembangkan seperangkat nilai kelompok

Langkah 6 Mendesain cara-cara spesifik untuk mengaktifkan dan memperkuat nilai

Tahapan III Perumusan Ikrar Nilai Anggota Organisasi dan Ikrar Nilai Organisasi

Langkah 7 Mengembangkan sebuah ikrar nilai orang-orang

Langkah 8 Memunculkan ikrar nilai organisasi

Langkah 9 Mengembangkan dan menghasilkan ”pengingat” nilai

Langkah 10 Mengumpulkan umpan balik dari para karyawan

Tahapan IV Pengembangan Nilai Pelanggan

Langkah 11 Mengidentifikasi nilai yang ingin disampaikan ke pelanggan

Langkah 12 Menentukan nilai-nilai untuk digunakan dalam pengembangan produk dan jasa yang baru

3. Pengembangan Rencana Tindakan Norma (NAP)

Terdapat tiga tahapan untuk pengembangan rencana tindakan norma (NAP), yakni:

Tahapan I Identifikasi Norma

Langkah 1 Membuat daftar norma-norma yang diharapkan saat ini

Langkah 2 Menggambarkan norma-norma saat ini yang tidak mendukung

Langkah 3 Mendefinisikan norma-norma baru untuk diciptakan

Langkah 4 Menentukan norma-norma yang tidak berterima

Langkah 5 Mengembangkan norma-norma kelompok kecil

Tahapan II Perumusan Ganjaran

Langkah 6 Mengidentifikasi dan membentuk ganjaran berbasis organisasi untuk memperkuat norma-norma yang diharapkan.

Tahapan III Memasukan Norma ke dalam Organisasi

Tahapan 7 Mengidentifikasi sistem infrastruktur dan praktik serta menjajarkannya dengan norma-norma

4. Menetapkan Norma untuk Membuat Kelompok Kerja Berjalan

Sebuah organisasi berbasis nilai harus didirikan di atas norma dan nilai kelompok yang berasal dari norma dan nilai individual dan merupakan refleksi dari keduanya. Menetapkan norma-norma yang memberikan motivasi dan kepuasan pada para anggota adalah satu cara untuk menggerakan kekuatan dan potensi sebuah kelompok, meningkatkan kepuasan kerja karyawan, dan melawan anomie.

Terdapat lima norma kelompok yang memungkinkan individu untuk tumbuh dan berkembang, yaitu:

a. Mendorong pemikiran intuitif

b. Menumbuhkan sebuah komunitas yang peduli

c. Memberikan pengakuan

d. Mengembangkan hadiah orang itu sendiri

e. Menciptakan komunitas belajar

5. Memadukan Individu ke dalam Organisasi

Karakteristik kultural dari sebuah organisasi itu dibangun dari norma-norma bersama di antara para karyawan. Norma-norma dan nilai ini berfungsi sebagai pedoman perilaku dan aktivitas mereka baik secara individual maupun kelompok. Terdapat enam tipe norma integratif/padu, yaitu:

a. mendefinisikan rangkaian dan jenis dari topik-topik percakapan yang berterima.

b. Memungkinkan para individu untuk memperlihatkan identitas mereka sendiri.

c. Mendefinisikan secara jelas fungsi pekerjaan dari para anggota kelompok masing-masing.

d. Mengembangkan solidaritas kelompok

e. Menghabiskan waktu pembentukan tim yang berkualitas

f. Memeliharan hubungan-hubungan yang kuat dengan kepemimpinan

6. Menciptakan Pola Pikir Kepemimpinan Berbasis Nilai

Prinsip pokok untuk mengembangkan sebuah pola pikir berbasiskan nilai adalah pembangunan hubungan. Para pimpinan harus secara efektif berhubungan dengan orang lain di dalam organisasi tersebut, menetapkan contoh berbasis nilai melalui kata dan tindakan, dan mencapai kesuksesan dalam membangun hubungan-hubungan bermakna keseluruh organisasi. Terdapat sepuluh inisiatif kunci yang dilakukan oleh para pemimpin berbasis nilai, yaitu:

a. membangun hubungan-hubungan pribadi

b. mengetahui tujuan-tujuan pribadi dari masing-masing anggota kelompok

c. merasakan perasaan masing-masing anggota kelompok

d. memungkinkan/membolehkan adanya konflik kelompok

e. mengelola pembelajaran

f. membagi tanggung jawab

g. menggunakan kerja tim

h. berkomunikasi dua arah

i. menghubungkan kultur internal dengan kinerja eksternal

j. memperlihatkan keinginan dan mendukung keberagaman

7. Berjalan dari Dalam ke Luar

Kepemimpinan hendaklah dipandang sebagai sekumpulan perilaku dan keterampilan yang diperlukan sebuah kelompok untuk bertahan hidup dan mencapai tujuan-tujuannya. Keterampilan-keterampilan kepemimpinan dapat dikembangkan oleh anggota kelompok, terlepas dari posisinya secara formal di dalam kelompok tersebut.

Para pimpinan yang memimpin dari dalam keluar mendorong para karyawannya untuk mengembangkan dan memaksimalkan potensi batin mereka. Memimpin dari dalam keluar berarti:

  1. menyentuh perasaan individu dan kelompok
  2. membantu para karyawan mengalami dan mencapai kesuksesan personal
  3. menggunakan pujian deskriptif untuk memotivasi dan mempermudah pertumbuhan personal
  4. Memfasilitasi pembelajaran, komunikasi terbuka, dan kepekaan diri

8. Menghidupkan Keterampilan Kepemimpinan Baru

Konsep kepemimpinan belajar adalah konsep yang secara sempurna menangkap mood dalam organisasi dan korporasi, dan konsep kepemimpinan ini yang akan menangkap minat para karyawan. Terdapat empat norma kepemimpinan baru yang penting untuk menciptakan sebuah tempat kerja yang penuh nilai, yaitu: 1) membuat keputusan-keputusan yang lebih cepat dan lebih menggunakan hati; 2) menyimak secara aktif; 3) menggunakan pengetahuan kolektif kelompok; 4) melibatkan kelompok dalam pembangunan konsensus dan pengambilan kepemilikan.

Terdapat enam bidang yang membentuk kepemimpinan, yaitu:

  1. Seorang pemimpin harus berkomunikasi, baik secara emosional maupun profesional dengan para anggota kelompok.
  2. Seorang pemimpin harus mengambil tanggung jawab untuk tugas-tugas yang dipilih.
  3. Seorang pemimpin mengetahui bagaimana memelihara dan menerima kritikan.
  4. Seorang pemimpin tahu bagaimana mengajar orang lain.
  5. Seorang pemimpin mengetahui bagaimana membagi kepemimpinan
  6. Seorang pemimpin mengetahui dan menggunakan sumber-sumber daya kelompoknya.

9. Membangun Kultur yang Penuh Nilai

Sebuah kultur penuh nilai menciptakan rasa memiliki di antara para anggota kelompok. Kultur ini memberi mereka sebuah identitas. Kultur ini juga menghimpun mereka bersama-sama dan memungkinkan mereka melakukan sesuatu yang jauh dari yang dapat mereka lakukan sebagai individu. Terdapat dua karakteristik nilai yang sangat penting untuk diperhatikan. Pertama, nilai mempengaruhi keputusan yang kita buat dan mempengaruhi arah tindakan yang kita ambil. Kedua, memelihara nilai-nilai kita memerlukan baik itu komitmen maupun pengambilan resiko.

Tempat kerja harus memelihara nilai kesetaraan. Masing-masing orang itu penting dan memiliki signifikansi yang setara di dalam organisasi. Tempat kerja hendaklah dipandang sebagai sebuah komunitas demokratis. Selain itu organisasi juga harus memberikan baik itu partisipasi dalam pengambilan keputusan maupun partisipasi dalam profit.

D. MASA DEPAN

Satu nilai yang akan diambil oleh hampir semua organisasi di masa mendatang adalah keyakinan dan rasa hormat pada para individu dan nilai-nilai personal mereka. Dukuingan kuat terhadap pluralisme dan keyakinan pada keberagaman akan menentukan nada dan berfungsi sebagai fondasi untuk struktur nilai inti dari organisasi di masa mendatang.

Di masa mendatang juga akan muncul yang dinamakan dengan pemasaran nilai. Pemasaran nilai ini akan berkomunikasi dengan para pelanggan sepenuh hati, menyerang perasaan terhadap nilai yang membatin, dan membuat mereka merasa nyaman dengan diri mereak sendiri dalam membeli produknya. Para pelanggan di masa mendatang akan semakin banyak membeli berdasarkan pada hasrat untuk memuaskan kebutuhan pemuasan nilai mereka.

Di masa mendatang perubahan utama yang kana muncul yang memiliki pengaruh monumental pada organisasi-organisasi adalah pengaktifan kepemimpinan bersama dan penghilangan sedikit demi sedikit para menejer (perannya).

Tidak ada komentar: