Kamis, 16 Juli 2009

ORASI ILMIAH MENUJU TENAGA KEPENDIDIKAN PROFESIONAL

MENUJU TENAGA KEPENDIDIKAN PROFESIONAL
Disajikan pada Orasi Ilmiah Wisuda Sarjana Strata Satu STAI Lantabur Jakarta
Pada tanggal 6 agustus 2009
Oleh Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd

Terlebih dahulu marilah kita memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan panjang umur , sehat wal a’fiat, sehingga kita bisa menghadiri upacara wisuda yang mulya ini. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga sahabat dan kita beserta keluarga hingga aklhir jaman.
Yang terhormat Bapak Ketua DPR
Yang terhormat Bapak Wali Kota Jakarta Pusat
Yang terhormat Bapak Ketua Yayasan Lantabur
Yang terhormat Bapak Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Lantabur
Yang terhormat para dosen, panitia, karyawan, orang tua, wisudawan, dan mahasiswa/i yang saya banggakan.
Dalam kesempatan ini saya menghaturkan terima kasih yang tiada terhingga kepada Bapak Ketua STAI Lantabur Jakarta Pusat dan kepada semua yang hadir, yang telah mengundang saya untuk berorasi ilmiah di hadapan para tamu undangan, dan para wisudawan yang dimuliakan dan dibanggakan Allah SWT. dengan judul “Menuju Tenaga Kependidikan Profesional”.
Hadirin hadirat yang dimulyakan Allah SWT
Pendidikan di Indonesia saat ini masih kurang memberikan kegembiraan yang sangat memuaskan untuk dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam
UU No 20 Tahun 2003 “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”. Pasal tersebut mengisyaratkan bahwa, tujuan pendidikan di Indonesia adalah mengembangkan manusia utuh, bukan kecakapan intelektual saja, tetapi juga kepribadian dan keterampilan, atau dalamhasil tafakkur penulis dapat melahirkan insan yang cerdas otaknya, lembut hatinya dan terampil tangannya. Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu dipersiapkan calon guru yang profesional.
Hadirin Undangan yang dibanggakan Allah SWT
Saya mengajak hadirin untuk mencermati hal-hal berikut:
1. Tenaga pendidik (guru) kurang profesional berakibat pada rendahnya mutu sumber daya manusia.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) dan mutu pendidikan di negara kita jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, lebih-lebih jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Data UNDP PBB tahun 2000 mengemukakan, bahwa kualitas SDM Indonesia berada di peringkat 109 ( di bawah Bangladesh) dari 174 negara (Malaysia,61; Thailand, 67; Philipina, 77). Sedangkan hasil survey Institute for Management Developmental tahun 1999, kualitas SDM Indonesia berada pada urutan 44 dari 46 negara.
Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh semua pihak, untuk menuju perbaikan mutu pendidikan. Upaya tersebut antara lain, dengan dikeluarkannya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No.28 tahun 1990, Kurikulum 1994 Suplemen 1999, Sistem Pembinaan Profesional Guru, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Kepmendiknas no. 044/U/2002 tahun 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan Program Wajib Belajar 9 tahun dengan sasaran semua anak usia 7 hingga 15 tahun, untuk mengikuti pendidikan 6 tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di sekolah lanjutan pertama.
Dari berbagai upaya sudah dilakukan, mutu pendidikan khususnya di tingkat SMP negeri/swasta berdasarkan data Nilai Ujian Akhir Nasional (NUAN) tahun 2002/2003 menunjukkan bahwa rerata Nilai UAN untuk seluruh mata pelajaran secara nasional relatif cukup tinggi, yaitu 5,93 (Ditjen Dikdasmen, 2004). Tingkat pencapaian ini dapat ditafsirkan bahwa secara rerata, lulusan SMP menguasai 59,30% dari seluruh materi yang seharusnya dikuasai.
Hasil UAN seyogyanya dijadikan oleh pemerintah daerah, untuk memetakan mutu pendidikan di wilayahnya, terutama menyangkut mutu hasil belajar siswa dan faktor-faktor yang berhubungan dengan guru. Dengan demikian, khususnya penyebaran tenaga guru, tidak semata-mata pada perhitungan kuantitas, tetapi juga aspek kualitas. Hasil UAN juga hendaknya memberi makna terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan. Daerah-daerah mestinya sudah bisa membuat peta sekolah mana yang siswanya paling banyak lulus atau gagal UAN. Dari situ bisa dievaluasi, faktor kualitas sekolah termasuk kuantitas atau kualitas gurunya.
Berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah, maka para peneliti pengambil kebijakan yang banyak terlibat dalam reformasi sekolah, mengajukan pertanyaan baru tentang pentingnya berbagai usaha terhadap hubungan antara faktor-faktor pendidikan dengan hasil-hasil belajar, seperti, kualifikasi guru (Ferguson,1991), kualitas guru (National Comissions on Teaching and America’s Future, 1996; National Education Goals Panel, 1998; dalam Darling dan Hammond, 2000), kompetensi guru mengajar dan kebijakan terhadap standar pengangkatan calon guru (Hammond, 2000), standar keterampilan mengajar guru (Wenglinsky ,2002), keterampilan akademik (Wayne, 2002), kualitas dan orientasi pelatihanan guru (McGin dan Borden,1995; Zafeirakou 2005).
Standar-standar baru untuk belajar siswa telah dikenalkan di seluruh dunia, standar-standar tersebut memberikan perhatian terbesar bahwa kualitas guru memainkan peranan penting terhadap prestasi siswa ( NCTA, 1996; NEGP, 1998, dalam Darling dan Hammond, 2000). Dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari 25 negara telah menetapkan undang-undang untuk meningkatkan rekruitmen, pendidikan, sertifikasi atau pengembangan provesional guru ( Darling dan Hammond, 1997a). Selanjutnya Darling dan Hammond, (2000) mengemukakan pada berbagai bukti memperlihatkan bahwa guru yang berkualifikasi lebih baik, akan membuat perbedaan terhadap belajar siswa di kelas, sekolah dan di tingkat distrik, bahkan kualifikasi guru dan faktor input-input sekolah, seperti luas kelas, berhubungan dengan prestasi siswa.
Kualifikasi guru berkaitan erat dengan kompetensi yang dimiliki guru, baik kompetensi tingkat pendidikan, keilmuan dan profesional. Kompetensi tingkat pendidikan merupakan tingkat pendidikan yang dipersyaratkan bagi seorang guru, untuk mengajar di tingkat sekolah tertentu. Sedangkan kompetensi keilmuan adalah kesesuaian antara basis keilmuan yang diperoleh selama di perguruan tinggi dengan mata pelajaran yang diajarkan. Kompetensi profesi adalah pelatihan-pelatihan yang diikuti dan berguna untuk memperkuat kemampuan profesinya, dan lazimnya dibuktikan dengan uji kompetensi, lisensi, dan sertifikasi, sehingga dapat menggambarkan ”trickrecord” guru yang bersangkutan dalam perjalanan aspek profesionalnya.
Terhadap kompetensi guru, Wayne (2002) mengindikasikannya dengan sebutan ”teacher’s academic skills”. Shulman (1987) mengkonseptualisasikan kualitas guru berkaitan dengan sejumlah pengetahuan spesifik dan keterampilan-keterampilan. Kualitas guru itu dapat dilihat indikatornya melalui variabel pengalaman guru, sertifikasi dan tingkatan penguasaan yang dimiliki, seperti pengetahuan pedagogis dan materi ajar. Sedangkan Darling dan Hammond (2000) menunjukkan indikator kompetensi guru yang berkaitan dengan belajar siswa adalah kemampuan akademik, lamanya waktu studi di perguruan tinggi, lamanya pengalaman mengajar, penguasaan materi ajar dan pengetahuan mengajar, status sertifikasi, dan perilaku mengajar di kelas. Selanjutnya seecara khusus Darling dan Hammond (2000) mempaparkan variabel-variabel yang berkaitan dengan kualitas guru, yaitu intelegensi dan kemampuan umum akademik, pengetahuan materi ajar, pengetahuan tentang mengajar dan belajar, pengalaman mengajar, status sertifikasi atau lisensi mengajar, praktek-praktek dan perilaku-perilaku mengajar di kelas.

Para Undangan dan Wisudawan yang Amat Terpelajar
2. SDM yang lemah intelektual, skill dan kecerdasan sosial tidak mampu bersaing terutama dalam era globalisasi.
Dalam era global saat ini, jika seorang guru tidak memiliki intelektual yang maksimal, skill yang cukup dan kecerdasan sosial yang memadai, maka ia akan terpuruk, sehingga dia tidak mampu bersaing secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namun kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung, sehingga diharapkan guru akan berperan lebih profesional sesuai dengan tugas dan kewajibannya sebagai salah satu penentu kehidupan bangsa yang akan datang dalam menghadapi globalisasi saat ini.
Jika memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat misalnya sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi, 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya; (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa; (3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi; (4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya; (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

Hadirin Wal Hadirat Rohima Kumulloh

3. Ciri-ciri guru profesional.
Guru yang profesional dituntut untuk memiliki kompetensi dalam profesi kependidikan yang menjadi tugas pokoknya. Adapun kompetensi yang harus dimiliki seorang guru professional menurut Undang-Undang no. 14 tahun 2005 adalah sebagai berikut:
1. Kompetensi Pedagogik. Kompetensi pedagogik meliputi:
a. Pemahaman terhadap peserta didik dengan indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, kepribadian dan mengidentifikasi bekal/ajar awal peserta didik.
b. Rancangan pembelajaran dengan indikator esensial: memahami landasan kependidikan, menerapkan teori belajar, dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
c. Pembelajaran dengan indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d. Perancangan dan pelaksanaan evaluasi belajar, dengan indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
e. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, dengan indiaktor esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi non akademik.

2. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
3. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
Secara konseptual menurut Sa’ud U.S dalam buku 50 tahun Kiprah Mencerdaskan Bangsa menyatakan bahwa standar pendidikan guru profesional itu berfungsi sebagai alat untuk menjamin program-program pendidikan suatu profesi dapat memberikan kualifikasi kemampuan yang harus dipenuhi oleh calon sebelum masuk ke dalam profesi yang bersangkutan. Standar suatu profesi merupakan alat untuk mengarahkan upaya-upaya peningkatan kualitas program pendidikan dan pelatihan profesional secara kontinu, sehingga terdapat keterpaduan dan sinergitas dalam out-come and program improvement pengembangan kualitas profesi tersebut. Ini berarti bahwa standar mutu suatu profesi dapat mengarahkan program pendidikan atau pelatihan calon anggota profesi yang bersangkutan untuk selalu mengutamakan kualitas kemampuan yang tinggi dalam proses pendidikannya. Dengan cara ini, maka standar program dan lulusannya secara tidak langsung akan meningkatkan posisi profesi tersebut di dalam kehidupan masyarakat maupun dengan profesi lainnya.
Penggunaan standarisasi lulusan program dalam pendidikan pra jabatan guru bermanfaat untuk berbagai kepentingan. Pertama, standar dapat dijadikan titik berangkat (starting point) untuk menetapkan kemampuan dasar minimum yang harus dikuasai calon guru dari aspek profesional knowledge/based of teaching sebelum memasuki jabatan guru. Kemampuan-kemampuan dasar apakah yang harus dikuasai calon guru sebelum memasuki pekerjaan mengajar? Kriteria apakah yang digunakan untuk mengukur penguasaan calon guru terhadap kemampuan-kemampuan tersebut? Misalnya teori yang dipilih Shulman (1986) mengusulkan bahwa untuk menjadi guru profesional yang efektif, seorang kandidat guru harus menguasai tiga pengetahuan pokok yang berkaitan dengan knowledge based of teaching yaitu:
1. Pengetahuan tentang materi bidang studi
2. Pengetahuan tentang ilmu mendidik umum
3. Pengetahuan tentang ilmu mendidik khusus.

4. Peran guru dan pengembangan profesionalismenya di era globalisasi
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Berikut ini beberapa peran guru yang perlu dicermati dalam upaya mengembangkan profesionalismenya di era globalisasi menurut Syamsuddin A dengan mengutip pemikiran Gagne dan Berliner, yakni :
1. Guru yang profesional dalam pengertian pendidikan secara luas yaitu seorang guru yang ideal yang dapat berperan sebagai :
pertama Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan; kedua Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan; ketiga Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik; keempat Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik; dan kelima Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
2. Guru yang profesional dalam pengertian pendidikan secara terbatas yaitu dalam proses pembelajaran peserta didik, seorang guru berperan sebagai : (a) Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems); (b) Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai seorang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems); (c) Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
3. Peran guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis. Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai : (a) pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan; (b) wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan; (c) seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya; (d) penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan disiplin; (e) pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik; (f) pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan (g) penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
4. Peran guru dari segi diri-pribadinya (self oriented), berperan sebagai : (a) Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat; (b) Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya; (c) Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di sekolah; (d) Model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh para peserta didik; dan (e) Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.
5. Peran guru ditinjau dari sudut pandang secara psikologis sebagai : (a) pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik; (b) seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik, sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan; (c) pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu membentuk, menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan; (d) catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan untuk membuat suatu hal yang baik; dan (e) petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, menurut Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan lain-lain.
Demikianlah dapat disimpulkan bahwa memperhatikan profesionalisme guru dan perannya sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di era globalisasi ini menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.
Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
5. Konsep yang ditawarkan
1. Lembaga pencetak calon guru dan pribadi yang ingin menjadi guru harus paham tentang landasan normative (UUD) yang menjelaskan syarat, tugas, dan fungsi guru profesional
2. Berupaya untuk internalisasi nilai dan penyadaran diri bahwa menjadi guru tugas yang amat mulai (tugas kholifah fil ardhi, sebagai ibadah, contoh guru yang sukses, dan murid yang berhasil)
3. Guru harus berupaya mengembangkan kualitas diri (kognitif, afektif, dan psikomotorik)agar implementasi ilmu yang telah dimiliki dapat ditrerapkan dalam pembelajaran baik melalui pendidikan formal, infoermal , dan non formal)
4. Guru dan calon guru harus berupaya melakukan pemantapan diri melalui proses dan kegiatan belajar sepanjang hayat dan belajar tuntas (mastery learning), dengan cara melanjutkan pendidikan berjenjang yang lebih tinggi.
Hadirin wal hadirot, para wisudawan yang terpelajar
Untuk mengakhiri orasi ilmiah ini saya mengajak kepada para guru dan calon guru untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui meneruskan pendidikan ke jenjang magister S2 dan ataupun doctor S3. Saya sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Umum/Nilai Sekolah Pasaca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia membuka kesempatan bekerja sama dengan berbagai intansi, pemerintah tingkat I dan II untuk sekolah di UPI di Bandung.
Semoga orasi ini memberikan gambaran, informasi bagi para wisudawan khususnya calon guru dan para guru yang sudah mengamalkan ilmunya di masyarakat, dan semua yang hadir. Semoga Allah memberikan kekuatan iman dan Islam dan selalu memperoleh ilmu yang bermanfaat, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa Negara dan agam yang diridhoi Allah SWT.
Mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilapan, wabillahitaufiq wal hidayah.
Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatu.
Daftar Rujukan

Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.

Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.

Degeng, N.S. 1999. Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Desentralisasi dan Demokrasi. Jurnal Getengkali Edisi 6 Tahun III 1999/2000. Hlm. 2-9.

Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based Technology and Future Skill Sets. Educational Technology Nopember-Desember 1999. Hlm. 14-22.

Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.

Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.

Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramdeia.

Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.

NRC. 1996. Standar for Professional Development for Teacher Sains. Hlm. 59-70

Pantiwati, Y. 2001. Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang. Hlm.1-12.

Journal PAT. 2001. Teacher in England and Wales. Professionalisme in Practice: the PAT Journal. April/Mei 2001. (Online) (http://members. aol.com/PTRFWEB/journal1040.html, diakses 7 Juni 2001)

Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.

Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The Science Teacher. September 1998. hlm. 46-49).

Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996. Hlm. 9-11.

Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud.

Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan Abad ke-21n (I); Organisasi & Profesi. Suara Guru No. 7/1998. Hlm. 15-17.

Tilaar, H.A.R. 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.

Trilling, B. dan Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age or "We're Wired, Webbed, and Windowed, Now What"? Educational Technology may-June 1999. Hlm. 5-18.
Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ronnie M. Dani, 2005. Seni Mengajar dengan Hati. Jakarta: Alex Media Komputindo.

R. Tantiningsih, 2005. Guru Cengkiling dan Amoral. Koran Harian Sore Wawasan. 14 Mei 2005.

Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: BP. Media Pustaka Mandiri.

Walgito, Bimo 1990. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

Tidak ada komentar: