Kamis, 16 Juli 2009

MODEL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN NILAI BERBASIS PORTOFOLIO

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN NILAI
DALAM PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN BERBASIS PORTOFOLIO
Oleh: Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd


A. Pendahuluan
Igor Panarin seorang ilmuwan Rusia mengungkapkan bahwa tahun 2010 Amerika akan mengalami kejatuhan, salah satu penyebabnya karena moral warga Amerika sudah jatuh (Pikiran Rakyat, 5 Maret 2009). Demikian halnya dengan di Indonesia, banyaknya fenomena-fenomena asusila dan amoral dewasa ini menunjukkan masyarakat sudah mengalami pergeseran nilai, disisi lain hal tersebut menunjukkan bahwa praktek pendidikan tidak bersandar kepada amanah undang-undang yang mengisyaratkan pendidikan berbasis kepada seperangkat nilai.
UU No 20 tahun 2003 bab II pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Adanya kata-kata beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam tujuan pendidikan nasional di atas, menandakan bahwa yang menjadi bahan dalam praktek pendidikan hendaknya berbasis kepada seperangkat nilai sebagai paduan antara ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Bahkan, tujuan pendidikan nasional yang utama menekankan pada aspek keimanan dan ketakwaan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa core value pembangunan karakter moral bangsa bersumber dari keyakinan beragama. Artinya, semua proses pendidikan harus bermuara pada penguatan nilai-nilai ketuhanan sesuai dengan keyakinan agama yang diyakininya.
Praktek pendidikan pada jalur formal dewasa ini justru cenderung kurang memperhatikan esensi dari tujuan pendidikan nasional di atas, hal ini terbukti dengan kurang memadukannya nilai-nilai esensial dalam proses pembelajaran yang dilaksanakannya, ironisnya justru lebih banyak berorientasi kepada pengembangan struktur kognitif semata. Fenomena tersebut tentunya sangat bertentangan dan membuat jarak antara tujuan dan hasil pendidikan nasional semakin jauh.
Ketertarikan masyarakat pendidikan terhadap perlunya pembinaan nilai mulai tampak setelah terjadi berbagai masalah demoralisasi di masyarakat. Sebagian mereka mulai mempertautkan kembali pendidikan dengan nilai, padahal pendidikan pada hakikatnya tidak pernah lepas dari nilai. Gaffar (2004:8) menyebutkan bahwa pendidikan bukan hanya sekedar menumbuhkan dan mengembangkan keseluruhan aspek kemanusiaan tanpa diikat oleh nilai, tetapi nilai itu merupakan pengikat dan pengarah proses pertumbuhan dan perkembangan tersebut.

B. Hakikat Pendidikan Nilai dan Pendekatan-Pendekatannya
Pendidikan nilai merupakan proses penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Dalam pengertian yang hampir sama, Mardiatmadja dalam Mulyana (2004:119) mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Adapun Hakam (2000:05) mengungkapkan bahwa pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral, meliputi estetika, yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antarpribadi. Pendidikan nilai dapat dimaknai juga sebagai proses bimbingan melalui suritauladan pendidik yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai kehidupan yang di dalamnya mencakup nilai agama, budaya, etika, dan estetika menuju pembentukan pribadi peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang utuh, berakhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara.
Sementara Winecoff (1988:1-3) mengungkapkan bahwa:
Values education-pertains to questions of both moral and nonmoral judgement toward object; includes both aesthetics (ascribing value 10 objects of beauty and personal taste) and ethics (ascribing avlues ofrighl and wrong in the interpersonal realm).
Arti dari value education atau pendidikan nilai di atas adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut nonmoral, yang meliputi estetika yaitu menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antar pribadi.
Sasaran yang hendak dituju dalam pendidikan nilai adalah penanaman nilai-nilai luhur ke dalam diri peserta didik. Berbagai metoda pendidikan dan pengajaran yang digunakan dalam berbagai pendekatan lain dapat digunakan juga dalam proses pendidikan dan pengajaran pendidikan nilai. Hal tersebut penting untuk memberi variasi kepada proses pendidikan dan pengajarannya, sehingga lebih menarik dan tidak membosankan.
Minimal terdapat empat faktor yang mendukung pendidikan nilai dalam proses pembelajaran berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 tahun 2003:
Pertama, UUSPN No. 20 Tahun 2003 yang bercirikan desentralistik menunjukkan bahwa pengembangan nilai-nilai kemanusiaan terutama yang dikembangkan melalui demokratisasi pendidikan menjadi hal utama. Desenteralisasi tidak hanya dimaknai sebagai pelimpahan wewenang pengelolaan pendidikan pada tingkat daerah atau sekolah, tetapi sebagai upaya pengembangan dan pemberdayaan nilai secara otonom bagi para pelaku pendidikan.
Kedua, tujuan pendidikan nasional yang utama menekankan pada aspek keimanan dan ketaqwaan. Ini mengisyaratkan bahwa core value pembangunan karakter moral bangsa bersumber dari keyakinan beragama. Artinya bahwa semua peroses pendidikan harus bermuara pada penguatan nilai-nilai ketuhanan sesuai dengan keyakinan agama yang diyakini.
Ketiga, disebutkannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) pada UUSPN No. 20 Tahun 2003 menandakan bahwa nilai-nilai kehidupan peserta didik perlu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan belajar mereka. Kebutuhan dan kemampuan peserta didik hanya dapat dipenuhi kalau proses pembelajaran menjamin tumbuhnya perbedaan individu. Oleh karena itu, pendidikan dituntut mampu mengembangkan tindakan-tindakan edukatif yang deskriptif, kontekstual dan bermakna.
Keempat, perhatian UUSPN No. 20 Tahun 2003 terhadap usia dini (PAUD) memiliki misi nilai yang amat penting bagi perkembangan anak. Walaupun persepsi nilai dalam pemahaman anak belum sedalam pemahaman orang dewasa, namun benih-benih untuk mempersepsi dan mengapresiasi dapat ditumbuhkan pada usia dini. Usia dini adalah masa pertumbuhan nilai yang amat penting karena usia dini merupakan golden age. Di usia ini anak perlu dilatih untuk melibatkan pikiran, perasaan, dan tindakan seperti menyanyi, bermain, menulis, dan menggambar agar pada diri mereka tumbuh nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih sayang, toleransi, keindahan, dan tanggung jawab dalam pemahaman nilai menurut kemampuan mereka.
Penerapan konsep-konsep pendidikan nilai pernah diterapkan pada sebuah lembaga pendidikan di Thailand, yaitu di sekolah dan Institute of Sathya Sai Education yang didirikan oleh Dr.Art-Ong Jumsai Na-Ayudha, B.A.,M.A.,D.I.C. Bahkan beliau pernah datang ke Indonesia untuk mengisi sebuah seminar internasional yang bertema "Membangun Bangsa melalui Pendidikan Hati" yang diselenggarakan atas kerjasama Prodi Pendidikan Umum/Nilai dengan Yayasan Pendidikan Sthya Sai Indonesia. Dalam makalahnya yang berjudul "Human Values Integrated Instructional Model" (Model Pembelajaran Nilai-nilai Kemanusian Terpadu), Dr.Art-Ong menuliskan sebuah konsep tentang tujuan model pembelajaran yang menerapkan konsep pendidikan nilai dengan menggunakan suku kata dalam kata EDUCATION yang bermakna sebagai berikut:
E--- singkatan untuk Enlightenment (pencerahan). Ini adalah proses pencapaian pemahaman dari dalam diri atau bathin melalui peningkatan kesadaran menuju pikiran super sadar yang akan memunculkan intuisi, kebijaksanaan, dan pemahaman.
D--- singkatan untuk Duty and Devotion (tugas dan pengabdian). Pendidikan harus membuat siswa menyadari tugasnya dalam hidup. Selain memiliki tugas atau kewajiban yang terhadap orang tua dan keluarga, siswa juga memiliki kewajiban yang berlandaskan cinta kasih dan belas kasih untuk melayani dan menolong semua orang di masyarakat dan di dunia.
U--- singkatan untuk Understanding (pemahaman). Ini bukan hanya mengenai pemahaman terhadap mata pelajaran yang diberikan dalam kurikulum nasional tetapi juga penting untuk memahami diri sendiri.
C--- singkatan untuk Character (karakter). Guru mesti membentuk karekter yang baik pada diri siswa. Seorang yang berkarakter adalah seorang yang memiliki kekuatan moral dan lima nilai kemanusiaan yaitu Kebenaran, Kebajikan, Kedamaian, Kasih sayang dan tanpa Kekerasan. Nilai-nilai kemanusiaan tersebut harus terpadu dalam pembelajatran di kelas.
A--- singkatan untuk Action (tindakan). Para siswa kini belajar dengan giat dan menuangkan pengetahuan yang dipelajarinya dalam ruang ujian dan keluar dengan kepala kosong. Pengetahuan yang mereka peroleh tidak diterapkan dalam tindakan. Pendidikan seperti itu tak berguna. Apapun yang dipelajari siswa mesti diterapkan dalam praktek. Model pembelajaran yang baik mesti membuat hubungan anatara yang dipelajari dan situasi nyata dalam hidup. Hal ini akan memungkinkan siswa mengaplikasikan pengetahuan ke dalam hidup mereka sendiri.
T--- singkatan untuk Thanking (berterima kasih). Siswa mesti belajar berterima kasih kepada orang-orang yang telah membantu mereka. Di atas segalanya adalah orang tua yang telah melahirkan dan mengasuh mereka. Siswaharus mengasihi dan menghormati orang tua mereka. Selanjutnya siswa harus berterima kasih kepada guru-guru, karena siswa memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan melalui guru-guru. Maka siswa mesti mengasihi dan menghormati guru. Demikian pula, siswa telah mendapatkan banyak hal dari masyarakat, dari bangsa, dari dunia, dan alam. Siswa mesti selalu berterima kasih kepada semua hal.
I--- singkatan untuk Integrity (Integritas). Integritas adalah sifat jujur dan karakter menjunjung kejujuran (hornby 1968). Siswa mesti tumbuh menjadi sesorang yang memiliki integritas, yang bisa dipercaya unutk menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing.
O--- singkatan untuk Oneness (kesatuan). Pendidikan mesti membantu siswa melihat kesatuan dalam kemajemukan. Apakah kita memiliki agama atau kepercayaan yang berbeda, warna kulit dan ras yang berbeda. Kita mesti belajar hidup damai dan harmonis dengan alam.
N--- singkatan untuk Nobility (kemuliaan). Kemuliaan adalah sifat yang muncul karena memiliki karakter yang tinggi atau mulia. Kemuliaan tidak timbul dari lahir tetapi muncul dari pendidikan. Jadi, kemuliaan terdiri dari semua nilai-nilai yang dijelaskan di atas.
Implikasi pendidikan nilai dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan sebagai berikut:
1. Pendekatan Penanaman Nilai
Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah: Pertama, diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa; Kedua, berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Adapun metoda yang digunakan dalam proses pembelajaran menurut pendekatan ini antara lain: keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.
Para penganut agama memiliki kecenderungan yang kuat untuk menggunakan pendekatan ini dalam pelaksanaan program-program pendidikan agama. Bagi penganut-penganutnya, agama merupakan ajaran yang memuat nilai-nilai ideal yang bersifat global dan kebenarannya bersifat mutlak. Nilai-nilai itu harus diterima dan dipercayai. Oleh karena itu, proses pendidikannya harus bertitik tolak dari ajaran atau nilai-nilai tersebut. Seperti dipahami bahwa dalam banyak hal batas-batas kebenaran dalam ajaran agama sudah jelas, pasti, dan harus diimani. Ajaran agama tentang berbagai aspek kehidupan harus diajarkan, diterima, dan diyakini kebenarannya oleh pemeluk-pemeluknya. Keimanan merupakan dasar penting dalam pendidikan agama.

2. Pendekatan perkembangan kognitif
Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi.
Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral. Proses pengajaran nilai menurut pendekatan ini didasarkan pada dilema moral, dengan menggunakan metoda diskusi kelompok. Diskusi itu dilaksanakan dengan memberi perhatian kepada tiga kondisi penting. Pertama, mendorong siswa menuju tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi. Kedua, adanya dilema, baik dilema hipotetikal maupun dilema faktual berhubungan dengan nilai dalam kehidupan keseharian. Ketiga, suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik. Proses diskusi dimulai dengan penyajian cerita yang mengandung dilema. Dalam diskusi tersebut, siswa didorong untuk menentukan posisi apa yang sepatutnya dilakukan oleh orang yang terlibat, apa alasan-alasannya. Siswa diminta mendiskusikan tentang alasan-alasan itu dengan teman-temannya.
3. Pendekatan analisis nilai
Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilema moral yang bersifat perseorangan.
Terdapat dua tujuan utama pendidikan moral menurut pendekatan ini. Pertama, membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah sosial, yang berhubungan dengan nilai moral tertentu. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan proses berpikir rasional dan analitik, dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai-nilai mereka. Selanjutnya, metoda-metoda pengajaran yang sering digunakan adalah: pembelajaran secara individu atau kolompok tentang masalah-masalah sosial yang memuat nilai moral, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasarkan kepada pemikiran rasional.
4. Pendekatan klarifikasi nilai
Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.
Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada tiga. Pertama, membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain; Kedua, membantu siswa, supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri; Ketiga, membantu siswa, supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri. Dalam proses pengajarannya, pendekatan ini menggunakan metoda: dialog, menulis, diskusi dalam kelompok besar atau kecil, dan lain-lain
5. Pendekatan pembelajaran berbuat
Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok.
Terdapat dua tujuan utama pendidikan moral berdasarkan kepada pendekatan ini. Pertama, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama, berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri; Kedua, mendorong siswa untuk melihat diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai warga dari suatu masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu proses demokrasi.
Metoda-metoda pengajaran yang digunakan dalam pendekatan analisis nilai dan klarifikasi nilai digunakan juga dalam pendekatan ini. Metoda-metoda lain yang digunakan juga adalah projek-projek tertentu untuk dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan praktek keterampilan dalam berorganisasi atau berhubungan antara sesama.


C. Hakikat Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio
1. Pembelajaran Berbasis Portofolio
Portofolio dapat dimaknai sebagai suatu wujud benda fisik, suatu proses sosial pedadogis, maupun sebagai adjective. Sebagai suatu wujud benda fisik itu adalah bundel, yakni kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik yang disimpan pada suatu bundel. Misalnya tugas-tugas, piagam penghargaan, keterangan melaksanakan tugas terstruktur, hasil tes, wawancara, dll. Sebagai suatu proses sosial pedadogis, portofolio adalah collection of learning experience yang terdapat di dalam pikiran peserta didik baik yang berujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), maupun nilai dan sikap (afektif). Adapun sebagai adjective, pada umumnya disandingkan dengan konsep pembelajaran yang dikenal dengan istilah pembelajaran berbasis portofolio (portfolio based learning) dan dapat disandingkan dengan konsep penilaian yang dikenal dengan istilah penilaian berbasis portofolio (portfolio based assessment).
Sebagai suatu inovasi, model pembelajaran berbasis portofolio dilandasi dengan landasan pemikiran sebagai berikut:
a. Empat pilar pendidikan
• Learning todo, peserta didik harus diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungan fisik,sosial maupun budaya.
• Learning to know, peserta didik harus mampu membangun pemahaman dan pengetahuannyaterhadap dunia sekitarnya.
• Learning to be, peserta didik harus mampu membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya.
• Learning to live together, kesempatan berinteraksi dengan kelompok yang bervariasi akan membentuk kepri diannya untuk memahami kemajemukkan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup.
b. Pandangan konstruktivisme
Pandangan ini sebagai filosofi pendidikan mutakhir menganggap semua peserta didik mulai dari usia taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi memiliki gagasan/pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa/gejalanya, gagasan ini sering kali naïf dan miskonsepsi tetapi gagasan ini dipertahankan karena sudah dibangun dalam wujud “schemata” (struktur kognitif).
Para ahli pendidikan berpendapat bahwa inti kegiatan pendidikan adalah memulai pelajaran dari “apa yang diketahui peserta didik” dan guru hanya berperan sebagai “fasilisator dan penyedia kondisi”.

c. Democratic teaching
Suatu bentuk upaya menjadikan sekolah sebagai pusat kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan dan memperhatikan keragaman peserta didik.

Model Pembelajaran Berbasis Portofolio (MPBP) mengacu pada prinsip dasar pembelajaran, yaitu:
a. Prinsip belajar siswa aktif (student active learning)
Proses pembelajaran dengan menggunakan MPBP berpusat pada siswa dimana hampir seluruh aktivitas siswa dimulai dari fase perencanaan di kelas, kegiatan lapangan dan pelaporan.
b. Kelompok belajar kooperatif (cooperative learning)
Proses pembelajaran berbasis kerjasama antarsiswa dan antar komponen-komponen lain, seperti orang tua siswa dan lembaga terkait.
c. Pembelajaran partisipatorik
Prinsip ini termasuk salah satu dari MPBP, sebab melalui model ini siswa belajar melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar hidup berdemokrasi.
d. Mengajar yang reaktif (reactive teaching)
MPBP ini mensyaratkan guru yang reaktif agar siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ciri guru yang reaktif adalah sebagai berikut:
• Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar.
• Pempelajaran dimulai dengan hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami siswa.
• Selalu berupaya membangkitkan motivasi belajar siswa dengan membuat materi pelajaran sebagai suatu hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan.
• Segera mengenali materi dan metode pembelajaran yang membuat siswa bosan. Bila hal ini ditemui harus segera ditanggulanginya.


Adapun praktek pembelajaran berbasis portofolio langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi masalah
Salah satu ciri warga negara yang baik adalah peka terhadap masalah-masalah yang terjadi dilingkungannya. Untuk meningkatkan kepekaan siswa terhadap masalah, maka para guru menjadikan masalah sebagai sumber belajar.
b. Kegiatan kelompok kecil
Perlu diperhatikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari seringkali dihadapkan sejumlah masalah yang terjadi di masyarakat kita. Untuk mengidentifikasi masalah tersebut, seluruh siswa hendaknya membaca dan mendiskusikannya dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, kemudian membuat pertanyaan-pertanyaan yang akan diidentifikasi dan dianalisis.
c. Pekerjaan rumah
Untuk menentukan masalah mana yang akan dikaji di kelas, memerlukan informasi yang cukup,terutama mengenai kelayakan masalah tersebut untuk dikaji dan ketersediaan sumber-sumber infomasi yang akan dijadikan rujukan untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu, para siswa diberi pekerjaan rumah yang terdiri dari dua hal yaitu, Pertama, menemukan lebih banyak masalah yang ada di masyarakat. Kedua, menemukan kebijakan-kebijakan yang dirancang untuk memecahkan masalah tersebut. Tugas pekerjaan rumah yang harus dilakukan meliputi tiga tugas pokok, yaitu tugas wawancara, tugas mencari informasi dari sumber-sumber media massa cetak, dan tugas mencari informasi melalui media masa elektronik. 
d. Memilih masalah untuk kajian kelas
Apabila telah memiliki cukup informasi, kemudian pilih masalah yang akan dikaji dan pastikan informasi berkenaan dengan masalah tersebut dapat dikumpulkan untuk membuat sebuah portofolio yang baik. Dalam hal pemilihan masalah, terdapat langkah-langkah yang dapat ditempuh sbb:
1. Membuat daftar masalah.
Misalnya satu kelas memiliki lima belas kelompok kecil yang kemudian masing-masing kelompok menetapkan satu masalah sehingga kelas memiliki lima belas masalah.
2. Melakukan pemungutan suara (voting), dilakukan dua tahap:
• Setiap siswa menentukan tiga pilihan secara terbuka
• Setiap siswa diharapkan hanya memilih salah satu dari ketiga masalah yang paling banyak terpilih dari lima belas masalah yang dimiliki.
e. Mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan dikaji di kelas
Dalam konteks pendidikan nilai, pendekatan-pendekatan dalam pendidikan nilai dapat diintegrasikan ke dalam lima langkah pembelajaran berbasis portofolio di atas, seperti dalam tahap kegiatan kelompok kecil dan memilih masalah untuk di kaji di kelas, pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan klarifikasi nilai dan pendekatan analisis nilai dapat menjadi pilihan. Sementara dalam tahapan pekerjaan rumah dan pengumpulan informasi tentang masalah yang akan di kaji di kelas, dapat digunakan pendekatan pembelajaran berbuat dan pendekatan penanaman nilai.
Pemetaan masalah-masalah yang akan dikaji di kelas serta yang akan dicari informasi pendukungnya di lapangan oleh siswa, dapat dikaitkan dengan masalah-masalah yang mengandung nilai-nilai esensial, sehingga melalui pengalaman belajarnya siswa dapat memilih nilai dan mengintegrasikannya ke dalam kepribadiannya. Hal tersebut relevan dengan apa yang diungkapkan oleh Mardiatmadja dalam Mulyana (2004:119) bahwa pendidikan nilai merupakan bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya atau sebagimana diungkapkan oleh Mulyana (2004:119) yang mengartikan pendidikan nilai sebagai penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Tujuannya agar seperangkat nilai yang ditanamkan tersebut terintegrasi kedalam pribadi peserta didik.


2. Penilaian Berbasis Portofolio
Penilaian atau assessment biasanya diberikan pada akhir suatu program pendidikan, pengajaran ataupun pelatihan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah suatu program pendidikan tersebut telah dikuasai oleh pesertanya atau belum, dengan kata lain apakah sejumlah pengalaman belajar yang sebelumnya dirumuskan dalam tujuan pendidikan sudah tercapai atau belum.
Penilaian hendaknya dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dengan memperhatikan segala aspek dari peserta didik. Misalnya dalam menentukan nilai rapor dilakukan penilaian dari rata-rata hasil ulangan harian, ulangan umum, tugas-tugas, catatan perilaku harian siswa (anecdotal record), dan laporan yang menunjang kegiatan belajar. Semua indikator proses dan hasil belajar siswa tersebut didokumentasikan dalam bundel (portofolio), sehingga sistem penilaian ini dikenal dengan nama model penilaian berbasis portofolio (Portofolio Based Assessment).
Model penilaian berbasis portofolio (Portofolio Based Assessment) adalah suatu usaha untuk memperoleh berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh, tentang proses dan hasil pertumbuhan dan perkembangan wawasan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik yang bersumber dari catatan dan dokumentasi pengalaman belajarnya.
Sebagai suatu inovasi, model penilaian berbasis portofolio dilandasi oleh beberapa landasan pemikiran sebagai berikut:
a. Membelajarkan kembali (Re-edukasi)
Menurut cara berpikir yang baru, menilai itu bukan memvonis siswa dengan harga mati, lulus atau gagal. Menilai adalah mencari informasi tentang pengalaman belajar peserta didik dan informasi tersebut digunakan sebagai balikan (feedback) untuk membelajarkan mereka kembali.
b. Merefleksi pengalaman belajar
Merupakan suatu gagasan yang baik apabila penilaian dijadikan media untuk merefleksi (bercermin) pada pengalaman yang telah siswa miliki dan kegiatan yang telah mereka selesaikan. Refleksi pengalaman belajar merupakan satu cara untuk belajar, menghindari kesalahan di masa yang akan datang dan untuk meningkatkan kinerja.

Adapun prinsip dasar dalam penilaian berbasis protofolio adalah sebagai berikut:
a. Prinsip penilaian proses dan hasil
Ada pernyataan bahwa “jika ingin berhasil dalam ujian belajarlah jauh-jauh hari jangan belajar hanya semalam”, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa berhasil itu tergantung dari prosesnya. Jika prosesnya baik dan sempurna, maka kita dapat berharap akan menuai hasil yang baik pula. Dari pernyataan tersebutlah, model penilaian berbasis portofolio menerapkan prinsip penilaian proses dan hasil sekaligus.
Proses belajar yang dinilai adalah catatan perilaku harian mengenai sikapnya dalam belajar, antusias tidaknya dalam belajar, antusias tidaknya dalam mengikuti pelajaran, dan sebagainya.
b. Prinsip penilaian berkala dan sinambung
Penilaian secara berkala bertujuan untuk memudahkan mengorganisasikan hasil-hasilnya dan secara sinambung bertujuan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan pengalaman belajar peserta didik.
c. Prinsip penilaian yang adil
Penilaian yang baik hendaknya memperhatikan kondisi dan perbedaan-perbedaan individual tersebut dijadikan indikator dalam penilaian, baik dalam menilai hasil maupun proses yang diperhitungkan dan masing-masing diberi bobot. Sehingga hasil itu benar-benar menggambarkan prosesnya, sehingga penilaian yang adil dapat terwujud.
Ada dua cara memperbaiki proses belajar manakala ada indikasi yang kurang baik, yaitu pertama siswa sendiri yang meminta untuk memperbaiki kinerjanya (stelsel aktif) dan kedua guru yang memprakarsai dengan memanggil para siswa secara informal dengan mendiskusikan cara-cara mereka memperbaiki kinerjanya itu.
d. Prinsip penilaian implikasi sosial belajar
Belajar itu hendaknya melahirkan implikasi sosial, yakni pengaruh proses dan hasil belajar bagi kehidupan orang lain. Model penilaian berbasis portofolio tidak hanya menilai kemampuan kognitif saja, tetapi juga kemampuan yang lain, termasuk menilai implikasi sosial belajar. Pengalaman belajar secara fungsional diperlukan dalam kehidupan nyata (real life), sehingga diperlukan sejumlah perbekalan untuk dapat berkiprah dalam sistem kehidupan nyata (Real Life System/RLS).
RLS yang bergerak secara global menghadapkan individu, organisasi dan alam, bukan saja ke dalam suatu keteraturan dan kerja sama, tetapi juga dalam perlombaan, keunggulan, kompleksitas dan kesemrawutan sehingga dituntut untuk memilih second curvel. Itulah sebabnya, system penilaian multidimensi berbasis portofolio semakin penting keberadaannya.

Dalam proses penilaian, perlu ditetapkan seperangkat indikator penilaian. Indikator penilaian adalah unsur-unsur pokok yang dapat menjelaskan kemampuan peserta didik setelah menyelesaikan satu satuan pendidikan tertentu. Indikator penilaian terdiri atas:
• Tes formatif (ulangan harian) dan sumatif (ulangan umum)
• Tugas-tugas terstruktur
• Catatan perilaku harian
• Laporan aktivitas di luar sekolah
Setelah jelas indikator yang dijadikan acuan dalam proses penilaian, maka perlu dilakukan pengorganisasian dengan baik agar penilaian dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Pengorganisasian model penilaian berbasis portofolio adalah kegiatan mensiasati proses penilaian pembelajaran dengan perancangan terhadap unsur-unsur instrumental melalui upaya pengorganisasian penilain yang rasional, demokratis dan menyeluruh. Kronologis pengorganisasian penilaian pembelajaran itu mencakup empat tahap kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, penyimpanan dan penggunaan.

Dalam konteks pendidikan nilai, model penilaian berbasis portofolio ini sangat relevan dan efektif. Karena evaluasi pendidikan nilai menitikberatkan kepada aspek keutuhan ranah yang menjadi sasaran penilaian. Dengan kata lain, pendidikan nilai menghendaki proses penilaian yang komprehenship, multidimensi, dan terintegrasi antara berbagai potensi peserta didik yang menjadi sasaran pendidikan.
Model penilaian berbasis portofolio tidak hanya menilai kemampuan kognitif saja, tetapi juga kemampuan yang lain, termasuk menilai implikasi sosial belajar. Itulah paradigma baru yang harus dibudayakan dan menjadi titik relevansi antara konsepsi pendidikan nilai dengan model penilaian berbasis portofolio. Fenomena dewasa ini justru indikator kognitif yang lebih menjadi parameter utama kelulusan peserta didik. Padahal proses pendewasaan peserta didik tidak hanya dapat dilakukan dengan pengembangan ranah kognitifnya saja, melainkan afektif dan psikomotor harus terintegrasi. Pendidikan bukan sekedar transformation of knowledge, melainkan transformation of value.
Tes formatif (ulangan harian) dan sumatif (ulangan umum), tugas-tugas terstruktur, catatan perilaku harian dan laporan aktivitas di luar sekolah yang biasa menjadi indikator penilaian berbasis portofolio dari segi perencanaan, pengorganisasian, isi (content) dari masing-masing indikator tersebut, serta parameter ketercapaian tujuan pembelajaran yang menjadi salah satu tujuan proses penilaian, tidak sekedar menyentuh potensi-potensi kognitif saja, melainkan ketrepaduan antara kognitif, afektif, dan psikomotor. Sehingga sosok insan paripurna, insan kamil, manusia utuh, manusia kaffah, atau warga Negara yang baik sebagai target akhir dari pendidikan nilai dapat terukur melalui proses penilaian berbasis portofolio.





Contoh
PORTOFOLIO




Mata Pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia
SEMESTER I







Nama Siswa
Karlina Rizki Ayu Nuraeni
Kelas IA














SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI MERDEKA 91
GARUT
2009



DAFTAR ISI

I. DOKUMENTASI PENILAIAN FORMATIF DAN SUMATIF (TF-S)
II. DOKUMENTASI PENILAIAN TUGAS TERSTRUKTUR (TT)
III. DOKUMENTASI PENILAIAN PERILAKU HARIAN (PH)
IV. DOKUMENTASI PENILAIAN LAPORAN AKTIVITAS DI LUAR SEKOLAH (ALS)

















I. DOKUMENTASI PENILAIAN FORMATIF DAN SUMATIF (TF-S)
Jenis Tes No Tgl. Pokok Bahasan Nilai Paraf Guru Ket
Formatif (A) 1. Kalimat Sapaan
2. Bercerita pengalaman yang lucu
3. Menceritakan kembali novel dan Drama
4. Memberikan tanggapan berita di Surat kabar, majalah, radio, dan televise
5. Mendeskripsikan secara lisan keindahan alam atau suasana alam
6. Pembacaan puisi dan cerpen
7. Berekspresi melisankan hasil sastra
8. Membaca cepat
Jumlah
Rata-rata
Sumatif (B) Semester 1 Bahan Semester 1
Jumlah A dan B
Rata-rata A dan B

II. DOKUMENTASI PENILAIAN TUGAS TERSTRUKTUR (TT)
No. Jenis Tugas Aspek Penilaian Nilai Paraf guru Ket.
1. Mengerjakan LKS: Kalimat Sapaan Pemahaman
Seberapa baik tingkat pemahaman siswa terhadap soal-soal yang dikerjakan
Argumentasi:
Seberapa baik argumentasi yang diberikan siswa dalam menjawab persoalan-persoalan dalam Lembar Kerja Siswa tersebut
Kejelasan :
• Tersusun dengan baik
• Tertulis dengan baik
• Mudah difahami
Informasi:
• Akurat
• Memadai
• Penting
2. Memberikan tanggapan berita di Surat kabar, majalah, radio, atau televisi Pemahaman:
Argumentasi:
Kejelasan:
Informasi:
3. Menceritakan kembali novel atau drama yang dibaca Pemahaman:
Argumentasi:
Kejelasan:
Informasi:
4. Menuliskan hasil bacaan sastra Pemahaman:
Argumentasi:
Kejelasan:
Informasi:
5. Menulis
Intisari
Bacaan Pemahaman:
Seberapa baik tingkat pemahaman siswa terhadap bacaan
Argumentasi:
Seberapa baik argumentasi yang diberikan siswa dalam menjawab persoalan-persoalan dalam masyarakat yang tertuang dalam bacaan
Kejelasan :
• Tersusun dengan baik
• Tertulis dengan baik
• Mudah difahami
Informasi:
• Akurat
• Memadai
• Penting

III. DOKUMENTASI PENILAIAN PERILAKU HARIAN (PH)
No. Perilaku yang Muncul Penilaian Paraf Guru Ket.
Positif Negatif
1. Antusias dalam menerima pelajaran
2. Aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru
3. Gemar membaca di perpustakaan pada saat jam istirahat
4. Sedikit urakan dalam perilaku sehari-hari
5. Berbicara sopan santun
6. Agak sombong
7. Sikapnya agak nyentrik
8. Agak sulit diatur orang lain
9. Dll.

IV. DOKUMENTASI PENILAIAN LAPORAN AKTIVITAS DI LUAR SEKOLAH (ALS)
No. Jenis Aktifitas Aspek penilaian Nilai Paraf guru Ket.
1. Aktif menjadi anggota vocal group sekolah Signifikasi:
Seberapa besar tingkat kebermaknaan aktivitas tersebut bagi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Intensitas:
Seberapa intensif aktivitas tersebut dilakukan
Frekuensi:
Seberapa sering aktifitas tersebut dilakukan
2. Aktif menulis puisi pada harian yang terbit di daerahnya Signifikasi:
Intensitas:
Frekuensi:
3. Rajin menulis puisi dan cerpen atau sekedar catatan kecil yang dimuat di madding sekolah Signifikasi:
Intensitas:
Frekuensi:
4. Menjadi juara dalam lomba karya tulis ilmiah di daerahnya Signifikasi:
Intensitas:
Frekuensi:
5. Dll.
Catatan.
Bukti fisik kegiatan disimpan dalam map yang sama dan disusun berdasarkan urutan dokumentasi penilaian.

Tidak ada komentar: